Karomah
Sayyidina Utsman Bin Affan Ra
Kisah
1
Dalam kitab Al-Thabaqat, Taj al-Subki menceritakan bahwa ada
seorang laki-laki bertamu kepada ‘Utsman. Laki-laki tersebut baru saja bertemu
dengan seorang perempuan di tengah jalan, lalu ia menghayalkannya. ‘Utsman
berkata kepada laki-laki itu, “Aku melihat ada bekas zina di matamu.” Laki-laki
itu bertanya, “Apakah wahyu masih diturunkan sctelah Rasulullah Saw wafat?”
`Utsman menjawab, “Tidak, ini adalah firasat seorang mukmin.” `Utsman r.a.
mengatakan hal tersebut untuk mendidik dan menegur laki-laki itu agar tidak
mengulangi apa yang telah dilakukannya.
Selanjutnya Taj al-Subki menjelaskan bahwa bila seseorang
hatinya jernih, maka ia akan melihat dengan nur Allah, sehingga ia bisa
mengetahui apakah yang dilihatnya itu kotor atau bersih. Maqam orang-orang
seperti itu berbeda-beda. Ada yang mengetahui bahwa yang dilihatnya itu kotor
tetapi ia tidak mengetahui sebabnya. Ada yang maqamnya lebih tinggi karena
mengetahui sebab kotornya, seperti ‘Utsman r.a. Ketika ada seorang laki-laki
datang kepadanya, `Utsman dapat melihat bahwa hati orang itu kotor dan
mengetahui sebabnya yakni karena menghayalkan seorang perempuan.
Artinya, setiap maksiat itu kotor, dan menimbulkan noda hitam di
hati sesuai kadar kemaksiatannya sehingga membuatnya kotor, sebagaimana
dinyatakan dalam firman Allah, “Sekali-kali tidak demikian, sesungguhnya apa
yang mereka kerjakan itu mengotori hati mereka (QS Al-Muthaffifin [83]:
14).
Semakin lama, kemaksiatan yang dilakukan membuat hati semakin
kotor dan ternoda, sehingga membuat hati menjadi gelap dan menutup pintu-pintu
cahaya, lalu hati menjadi mati, dan tidak ada jalan lagi untuk bertobat,
seperti dinyatakan dalam firman Nya, Dan hati mereka telah dikunci mati,
sehingga mereka tidak mengetahui kebahagiaan beriman dan berjihad. (QS Al
Taubah [9]: 87)
Sekecil apa pun kemaksiatan akan membuat hati kotor sesuai kadar
kemaksiatan itu. Kotoran itu bisa dibersihkan dengan memohon ampun (istighfar)
atau perbuatan-perbuatan lain yang dapat menghilangkannya. Hal tersebut hanya
diketahui oleh orang yang memiliki mata batin yang tajam seperti ‘Utsman bin
`Affan, sehingga ia bisa mengetahui kotoran hati meskipun kecil, karena
menghayalkan seorang perempuan merupakan dosa yang paling ringan, `Utsman dapat
melihat kotoran hati itu dan mengetahui sebabnya. Ini adalah maqam paling tinggi
di antara maqam-maqam lainnya. Apabila dosa kecil ditambah dosa kecil lainnya,
maka akan bertambah pula kekotoran hatinya, dan apabila dosa itu semakin banyak
maka akan membuat hatinya gelap. Orang yang memiliki mata hati akan mampu
melihat hal ini. Apabila kita bertemu dengan orang yang penuh dosa sampai gelap
hatinya, tetapi kita tidak mampu mengetahui hal tersebut, berarti dalam hati
kita masih ada penghalang yang membuat kita tidak mampu melihat hal tersebut,
karena orang yang mata hatinya jernih dan tajam pasti akan mampu melihat
dosa-dosa orang tersebut.
Kisah
2
Ibnu `Umar r.a. menceritakan bahwa Jahjah al-Ghifari mendekati
‘Utsman r.a. yang sedang berada di atas mimbar. Jahjah merebut tongkat ‘Utsman,
lalu mematahkannya. Belum lewat setahun, Allah menimpakan penyakit yang
menggerogoti tangan Jahjah, hingga merenggut kematiannya. (Riwayat Al-Barudi
dan Ibnu Sakan)
Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa Jahjah al-Ghifari mendekati
`Utsman yang sedang berkhutbah, merebut tongkat dari tangan `Utsman, dan meletakkan
di atas lututnya, lalu mematahkannya. Orang-orang menjerit. Allah lalu
menimpakan penyakit pada lutut Jahjah dan tidak sampai setahun ia meninggal.
(Riwayat Ibnu Sakan dari Falih bin Sulaiman yang saya kemukakan dalam kitab Hujjatullah
`ala al-Alamin)
Kisah
3
Diceritakan bahwa Abdullah bin Salam mendatangi `Utsman r.a.
yang sedang dikurung dalam tahanan untuk mengucapkan salam kepadanya. ‘Utsman
bercerita, “Selamat datang saudaraku. Aku melihat Rasulullah Saw dalam
ventilasi kecil ini. Rasulullah bertanya, “Utsman, apakah mereka mengurungmu?’
Aku menjawab, `Ya.’ Lalu beliau memberikan seember air kepadaku dan aku
meminumnya sampai puas. Rasulullah berkata lagi, `Kalau kau mau bebas.niscaya
engkau akan bebas, dan kalau kau mau makan bersama kami mari ikut kami.’
Kemudian aku memilih makan bersama mereka.” Pada hari itu juga, `Utsman
terbunuh.
Menurut Jalaluddin al-Suyuthi, kisah ini adalah kisah masyhur
yang diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis dengan beberapa sanad berbeda,
termasuk jalur sanad Harits bin Abi Usamah. Menurut Ibnu Bathis, apa yang
dialami ‘Utsman adalah mimpi pada saat terjaga sehingga bisa dianggap karamah.
Karena semua orang bisa bermimpi ketika tidur, maka mimpi ketika tidur tidak
termasuk kejadian luar biasa yang bisa dianggap sebagai karamah. Hal ini
disepakati oleh orang yang mengingkari karamah para wali. (Dikutip dalam Tabaqat
al-Munawi dari kitab Itsbat al-Karamah karya Ibnu Bathis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar