SEJARAH KHALIFAH UMAR BIN ABDUL AZIZ,
Khalifah Umar bin abdul Aziz adalah
khalifah ke-8 setelah Sulaiman Bin Abdul Malik. Beliau dilahirkan di
Hilwan tidak jauh dari kairo, pada tahun 63 H/683 M, ketika itu ayahnya
adalah seorang gubernur di mesir. Tetapi menurut Ibnu Abdil hakam
meriwayatkan bahwa Umar dilahirkan di Madinah. Umar adalah putra dari
Abd Al-Aziz bin Marwan bin Hakam dan ibunya adalah Ummu ’Ashim binti
’Ashim bin Umar Ibnul-Khaththab.
[2]
Umar hidup dalam
keluarga yang terhormat dan kaya, segala fasilitas kemewahan hidup
melimpah. Selain itu Umar juga sangat terdidik kagamaannya karena
bapaknya adalah seorang yang berjiwa toleran dan dermawan yang sangat
terkenal wara’ serta taqwanya dan senang duduk bersama para sahabat dan
para perawi hadith. Ibunya pun terkenal wanita yang berakhlak mulia,
wara’ dan taqwa. Masa kecil Umar banyak belajar bersama paman-pamannya
di Madinah dan Umar kecil telah hafal al-qur’an, disanalah ia banyak
belajar ilmu sehingga menjadi faqih dalam agama dan menjadi perawi
hadith. Selain itu beliau juga tekun belajar kesusasteraan dan syair.
Pendidikan yang diperoleh dalam masa tersebut mempunyai pengaruh besar
terhadap sifat-sifatnya yang istimewa dan terpuji. Selain itu Khalifah
Umar bin abdul Aziz juga berada dibawah pengaruh para teolog dan selama
berabad-abad dikenal dengan kesalehannya dan kezuhudannya, berbeda jauh
dengan corak pemerintahan umayah yang dikenal sekuler. Oleh karena itu,
ia dikenal sebagai sufinya dinasti umayah.
Setelah ayahnya wafat pada 85
H/704 M Umar dibawa ke Damsik oleh pamannya yaitu khalifah Abd al-Malik
bin Marwan Bin Hakam dan dikawinkan dengan putrinya fatimah, maka
lengkaplah kebahagiaan secara dhohir.
[3]
Atas sifat kearifan dan kelayakan yang dimiliki maka pada masa khalifah
Al Walid tahun 87 H/705 M beliau diangkat menjadi gubernur hijaz yang
berpusat di Madinah.
Kehidupan Umar adalah kehidupan
yang penuh bergelimang harta dan tenggelam dalam kemewahan yang biasa
dilakukan oleh bani umayyah. Ia dididik dan dibesarkan dalam istana yang
penuh kenikmatan dan kemakmuran hidup. Harta kekayaan berlimpah-limpah,
sehingga ia memiliki tanah-tanah perkebunan di Hijaz, Syam, Mesir,
Yaman dan Bahrain. Dari sana ia mendapat penghasilan yang besar sebanyak
40.000 dinar setiap tahun.
[4]
Khalifah Umar bin abdul
Aziz telah mengenal wangi-wangian, pakaian sutera sebagaimana ia
mengenal nyanyi-nyanyian, hal ini tentunya tidak mengherankan Umar
sebagai pejabat dan keluarga khalifah sangatlah wajar jika iapun
menikmati segala fasilitasnya. Parfum yang dipakai sangat mahal seharga
1000 dirham, bahkan mereka tahu bila Umar pernah melewati suatu jalan
hanya karena wangi parfumnya. Ibnu ’Abdil hakam meriwayatkan, bahwa Umar
masih menganggap kasar pakaian yang seharga 800 dirham. Umar juga
memanjangkan rambutnya, kain diturunkannya dan jika dia jalan diperindah
jalannya, sehingga cara Umar berjalan itu di sebut orang ”Umariyah”,
yaitu “Lenggang Umar” dan para dayang-dayang suka menirunya karena indah
dan gemulainya cara jalan Umar. Disamping itu Umar melengkapi istananya
dengan perabot-perabot yang paling mewah dan mahal harganya. Tak heran
jika pada masanya Umar adalah sebagai tolok ukur kehidupan kaum ”jetset”
kehidupan yang sangat sempurna dalam pandangan manusia.
B. Masa Pemerintahan Kholifah Umar bin Abdul Aziz
Khalifah Umar bin abdul Aziz berkuasa
sebagai gubernur Madinah selama 7 tahun. Pada akhirnya ia dipecat oleh
Al-Walid hal ini disebabkan Umar terlalu lembut menghadapi musuh-musuh
bani Umaiyah. Dalam sumber buku lain disebutkan karena Umar tidak setuju
atas sikap al-walid untuk memecat Sulaiman Ibn Abdil malik dari
kedudukannya sebagai putra mahkota dan digantikan untuk mengangkat
putranya. Pada masa akhir kekuasaan Sulaiman, Umar ditunjuk untuk
menggantikan kekhalifahan setelah Sulaiman.
Pada saat Sulaiman sakit maka
dipanggillah Raja’ Ibn Haiwah untuk berkonsultasi tentang penggantinya
kelak. Sulaiman menanyakan bagaimana sifat Umar kepada Raja’ dan ia
menyatakan pujiannya terhadap pribadi Umar. Dari musyawarah tersebut
maka diperoleh kesepakatan untuk mengangkat Umar Ibn Abd Al-‘Aziz
menjadi khalifah sesudahnya dan
Yazid Ibn Abd Al-Malik sebagai khalifah setelah Umar.
[5]
Oleh karena itu setelah Sulaiman wafat
maka diangkatlah Umar Ibn Abd Al-‘Aziz sebagai khalifah. Dalam
pengangkatan umar tidaklah semudah melimpahkan kekuasaan begitu saja
kepada umar. Hal ini karena umar bukanlah apa-apa dari kholifah sulaiman
bin Abdul Malik. Tapi melalui pengangkatan Ayyub bin Sulaiman. Belum
sempat menjalankan pemerintahan beliau meninggal saat berburu. Sehingga
membuat resah Kholifah Sulaiman yang memandang putra-putranya masih
sangat kecil, sehingga tidak mungkin untuk memberikan tongkat
kekholifahan kepada anak kecil, akhirnya beliau meminta pendapat kepada
Raja’ bin Haiwah, siapakah yang kiranya pantas menggantikan
kedudukannya. Akhirnya raja’ mengusulkan umar bin abdul aziz yang
terkenal bagus akhlaknya, disukai masyarakat, serta sudah banyak
memberikan jasa pada pemerintah.
[6]
Dari sinilah awal sejarah perubahan kehidupan seorang Umar Ibn Abd
Al-‘Aziz yang berubah 180% dari kehidupan bayang-bayang bani Umaiyah.
Belaiu dapat menegakkan keadilan, perdamaian dan kemakmuran keseluruh
negeri. Beliau memegang kekholifahan bani Umayyah tidak begitu lama,
hanya 2 tahun lima bulan mampu mengharumkan Nama Umayyah. Mulai dari
awal beliau memerintah sampai akhir beliau menjabat selalu diridukan
oleh umat.
[7]
Khalifah Umar Ibn Abd al-‘Aziz wafat di bulan Rajab (Februari) tahun
101 H/720 M. Di rumahnya yang sederhana di ibukota kerajaan Islam,
Damaskus, dalam usia 40 tahun dan berkuasa kurang lebih dua setengah
tahun.
Beberapa ahli sejarang mengatakan bahwa
sistem pemerintahan yang dipakai oleh Khalifah Umar bin abdul Aziz
termasyhur seperti halnya pemeritahan
orthodox[8] yang dilakukan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Beda dengan Kholifah-kholifah sebelumnya yang menggunakan
Monarchi Heridetis[9].
C. Konsolidasi dan Pembaharuan Politik khalifah Umar bin abdul Aziz
pembaharuan yang dimulai dari diri sendiri dan keluarga
Dalam buku A Study of Islamic History (186:2009), Ali menyebutkan
bahwa karakter pemerintahan Umar II (Umar Ibn Abd Al-Aziz) diarahkan
pada kebijakan internal dalam negeri di mana hasilnya adalah luarbiasa
mengagumkan. Ia memilih pemimpin-pemimpin baru di posisi paling penting
bukan karena ia memiliki partai atau mewakili golongan, tetapi karena
pendirian dan kejujurannya. Misalnya, di Spanyol ia menunjuk Samh Bin
Malik, orang Yaman, dan di Afrika ia menunjuk Ismail Bin Abdillah. Ia
baik pada keluarga Ali dan menyerukan doa setiap hari Jumat bagi Ali.
Khalifah Umar bin abdul Aziz menyadari
dengan baik bahwa ia adalah bagian dari masa lalu. Ia tidak mungkin
sanggup melakukan perbaikan dalam kehidupan negara yang luas kecuali
kalau ia berani memulainya dari dirinya sendiri, kemudian melanjutkannya
pada keluarga intinya dan selanjutnya pada keluarga istana yang lebih
besar. Maka langkah pertama yang harus ia lakukan adalah membersihkan
dirinya sendiri, keluarga dan istana kerajaan. Dengan tekad itulah ia
memulai sebuah reformasi besar yang abadi dalam sejarah.
Setelah Khalifah Umar bin abdul Aziz
dibaiat menjadi khalifah maka dilakukan pemakaman Khalifah Sulaiman,
datanglah pada Khalifah Umar kendaraan raja yang berupa unta tunggangan
dan pengangkut barang yang dipersembahkan, tapi oleh Umar hanya satu
unta yang diambil dan yang lainnya dijual hasilnya diserahkan ke baitul
mal. Begitu juga dengan permadani, alas kaki khalifah juga dijual untuk
diberikan pada baitul mal.
[10]
Dalam pembai’atan Umar, beliau bukanya mengucapkan
“Alhamdulillah” seperti halya orang-orang yang baru saja menerima nikmat. Akantetapi yang diucapkan pertamakali adalah “
Innalillahi wainna ilaihi roji’un”, karena ia memandah sebuah amanah kekholifahan adalah sebuah musibah yang melanda dirinya.
[11] Pasca pengangkakan Umar bin Abdul Aziz beliau lebih dikenal dengan panggilan Umar II, sementara umar I adalah umar bin Khattab.
Umar II adalah sosok pemimpin yang
terlahirkan di istana dan tumbuh sebagai pangeran yang hidupnya serba
mewah. Ia selalu menjadi omongan orang karena kerapian, ketampanan,
kewangian dan kegemerlapan pakaiannya. Bahkan gayanya dalam berjalan
yang begitu indah diikuti banyak orang pula, konon beliau sering
terlambat sholat karena pembantunya belum selesai merapikan rambutnya.
Yang lebih hebohnya, ia tidak mau memakai pakaian lebih dari satu
kalikarena diangggapnya telah using. Tiba-tiba ia meloncat pada tanjakan
hidupnya, ia tinggalkan segala kemewahan dan kemanjaanya. Menjadikan
gaya hidupnya serta keluarganya yang sangat sederhana menyamai rata-rata
kehidupan masyarakatnya.
[12]
Umar juga menyerahkan semua tanah dan harta yang dimiliki ke baitul
mal karena diyakini harta yang diwarisi tersebut bukan haknya tetapi hak
rakyat. Begitu juga sikap ini diberlakukan pada istrinya agar memilih
untuk mengikuti jalan Umar atau meninggalkannya untuk kembali pada
keluarganya, karena Umar menyadari bahwa istrinya adalah orang yang
tidak pernah merasakan sengsara kekurangan harta, akan tetapi fatimah
binti malik memilih untuk tetap mendapingi suaminya sampai akhir hayat.
Sehingga harta yang ia miliki diserahkan ke baitul mal dan tinggal
menyisakan sekedarnya.
Khalifah Umar bin abdul Aziz juga
menghindari makan-makanan yang lezat dan tidak mau dilayani, belaiu
melayani dirinya sendiri. Pakaian yang ia pakai adalah pakaian yang
sangat sederhana, Ibn ‘Abdil Hakam meriwayatkan pakaian seharga 8 dirham
itu masih sangat halus ini jauh sekali sebelum Umar menjadi khalifah
pakaiannya seharga 800 sampai 1000 dirham. Rambut yang tadinya
dipanjangkan dipotong dan Umar membasuh dirinya dari bekas-bekas minyak
wangi. Dijualnya semua pakaian dan wangi-wangian yang ada padanya dan
uangnya diserahkan ke baitul mal. Pola hidupnya berubah secara total,
dari seorang pencinta dunia menjadi seorang zahid yang hanya mencari
kehidupan akhirat yang abadi.
Umar tidak mau hidup di istana dia hanya menempati sebuah rumah yang
sederhana dekat sebuah masjid. Dari sikap Umar yang berubah sangat jauh
dari kebiasaannya selama ini dapat menunjukkan pada kita bahwa
kebanyakan pimpinan adalah miskin sebelum menjadi pemimpin dan menjadi
kaya raya saat memimpin dan ini tidak berlaku bagi Umar, dia kaya
sebelum menjadi khalifah dan miskin setelah menjadi khalifah. 7i
Langkah pembersihan diri, keluarga dan istana ini telah meyakinkan publik akan kuat political will
untuk melakukan reformasi dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam
pembersihan KKN. Umar seorang pemimpin telah menunjukkan tekadnya, dan
memberikan keteladanan yang begitu menakjubkan. Pembaharuan dalam masa
pemerintahannya penekanan bidang politik Umar adalah lebih kepada
pembenahan dalam negeri. Kegiatan peperangan dan penaklukan dihentikan.
Semua pasukan yang mengepung Konstantinopel ditarik begitu juga yang ada
di kawasan bekas jajahan Byzantine. Tujuannya adalah untuk mewujudkan
keamanan serta memberi peluang kepada para tentara untuk istirahat dan
pulang bersama-sama keluarga mereka. Umar lebih memilih damai dalam
penyelesaian masalah. Dialog adalah salah satu cara Umar untuk
menghadapi musuh dalam negeri, hal ini dilakukan pada saat dia berdialog
dengan kaun khawarij. Umar meyakinkan kaum khawarij dengan dalil-dalil
dan keterangan-keterangan yang dapat memuaskan hati mereka. Maksudnya
adalah mereka dapat menerima argumentasi yang disampaikan Umar, sehingga
pada masa ini tidak terjadi konflik yang menonjol dalam negeri.
Kebijakan Umar II dalam menata administrasi pemerintahan terfokus p ada dua hal, yaitu:
[13]
- memberikan jaminan keamanan bagi rakyat. Dengan mewujudkan
ketenangan dan keamanan, ia meninggalkan kebijakan-kebijakan para
pendahulunya yang berfokus pada perluasan wilayah dan penguasaan Negara.
- Demi mewujudkan keamanan dan ketertiban, baik pribadi maupun
pemerintah sama-sama berusaha bersikap netral dan berada di atas
sekat-sekat golongan, ras dan suku.
Sebagai Kholifah, Umar II mencurahkan
tenaga dan pikirannya untuk mencurahkan tenaga untuk memperbaiki dan
mengatur urusan dalam negeri, Antara lain:
[14]
- Mengatur para penguasa dan pejabat Negara,
- Bersikap netral dan adil terhadap pemberian hak dan kewajiban, baik pada orang arab atau orang mawali,
- Pejabat yang tidak cakap, lalim, melakukan tindak korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) atau tidak memihak pada kepentingan rakyat.
Mengatur para penguasa dan pejabat
daerah, bersikap netral dan Para gubernur yang zhalim dan semena-mena
dipecat dan ia benar-benar memilih para gubernur atau pejabat yang dapat
memegang amanah. Bahkan Khalifah Umar memecat Jarrah bin Abdillah
Al-Hukmi gubernur Khurasan, gubernur yang ia pilih tetapi tidak dapat
melaksankan tugas sesuai harapannya. Jarrah bin Abdillah ketahuan
memungut jizyah dari para muallaf. Pada masa ini tidak ada KKN karena
Umar memilih pejabat sesuai dengan kapabilitasnya. Untuk menghindari
mereka dari khianat maka para gubernur gajinya dinaikkan 3000 dinar.
Langkah selanjutnya yang dilakukan
adalah memantapkan sumber pendapatan negara melalui yang pertama
mengandalkan pajak tanah, pajak tanaman baik muslim maupun non muslim.
Untuk pajak masa Umar tidak membedakan muslim ataupun non muslim mereka
sama-sama mempunyai kwajiban pajak. Yang kedua membedakan antara pajak
jizyah dan pajak kharaj pajak jizyah dihapuskan bagi oang muslim non
Arab, ini menunjukkan pada kita bahwa Umar telah menyamaratakan hak
antara bangsa arab dan non arab yang hanya berpijak pada kesamaan aqidah
Islam, sehingga dengan sendirinya mawalli ini terhapus pada masanya.
Sebagai pendukung penghapusan mawalli
maka digalakkanlah asimilasi perkawinan antara arab dan non arab. Adapun
untuk pajak kharaj antara muslim dan muslim atau antara arab dan non
arab sama. Zakat juga dikenakan pada ummat muslim saja. Yang ketiga
adalah menghapus segala perayaan (mahrajan) kebiasaan pesta berfoya-foya
dan pemberian hadiah ditiadakan karena hal ini termasuk pemborosan dan
menyalahgunakan harta rakyat.
Pertanian dan perhubungan pada masa Umar
juga diperhatikan. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki dan
menghidupkan tanah-tanah yang tidak produktif, sebagai pendukung banyak
digali sumur-sumur baru. Untuk mewujudkan kepeduliannya terhadap
transformasi maka dibangunlah jalan-jalan dan penginapan untuk orang
yang melakukan perjalan jauh. Dan tidak ketinggalan pula banyak dibangun
masjid-masjid tetapi Umar tidak mementingkan segi keindahannya. Hal ini
dilakukan Umar karena lebih mementingkan fakir miskin yang sedang
kelaparan daripada pembiayaan untuk memperindah dinding-dinding dan
perabot-perabot.
Keadaan perekonomian dimasa khalifah
Umar ini telah masuk kedalam taraf yang menakjubkan, semua literatur
yang ada pada kita menguatkan bahwa kemiskinan, kemelaratan dan kepapaan
diatasi pada masa ini. Boleh dikatakan mereka yang ingin mengeluarkan
zakat sangat sukar untuk memperoleh orang yang mau menerima.
Langkah yang telah dilakukan adalah
redistribusi kekayaan negara secara adil. Dengan melakukan
restrukturisasi organisasi negara, pemangkasan birokrasi, penyederhanaan
sistem administrasi, pada dasarnya Umar telah menghemat belanja negara,
dan pada waktu yang sama, mensosialisasikan semangat bisnis dan
kewirausahaan di tengah masyarakat. Dengan cara begitu Umar memperbesar
sumber-sumber pendapatan negara melalui zakat, pajak dan jizyah.
Dalam konsep distribusi zakat, penetapan
delapan objek penerima zakat atau mustahiq, sesungguhnya mempunyai arti
bahwa zakat adalah sebentuk subsidi langsung. Zakat harus mempunyai
dampak pemberdayaan kepada masyarakat yang berdaya beli rendah. Sehingga
dengan meningkatnya daya beli mereka, secara langsung zakat ikut
merangsang tumbuhnya demand atau permintaan dari masyarakat, yang
selanjutnya mendorong meningkatnya suplai. Dengan meningkatnya konsumsi
masyarakat, maka produksi juga akan ikut meningkat. Jadi, pola
distribusi zakat bukan hanya berdampak pada hilangnya kemiskinan
absolut, tapi juga dapat menjadi faktor stimulan bagi pertumbuhan
ekonomi di tingkat makro.
Itulah yang kemudian terjadi di masa
Khalifah Umar bin abdul Aziz. Jumlah pembayar zakat terus meningkat,
sementara jumlah penerima zakat terus berkurang, bahkan habis sama
sekali. Para amil zakat berkeliling di pelosok-pelosok Afrika untuk
membagikan zakat, tapi tak seorang pun yang mau menerima zakat. Artinya,
para mustahiq zakat benar-benar habis secara absolut. Sehingga negara
mengalami surplus. Maka redistribusi kekayaan negara selanjutnya
diarahkan kepada subsidi pembayaran utang-utang pribadi (swasta), dan
subsidi sosial dalam bentuk pembiayaan kebutuhan dasar yang sebenarnya
tidak menjadi tanggungan negara, seperti biaya perkawinan. Suatu saat
akibat surplus yang berlebih, negara mengumumkan bahwa “negara akan
menanggung seluruh biaya pernikahan bagi setiap pemuda yang hendak
menikah di usia muda.”
Yahya Ibn Sa’id membawakan suatu
riwayat: Katanya Umar Ibn Abdul ’Aziz telah mengutus aku ke Afrika Utara
untuk membagi-bagikan zakat penduduk di sana. Maka aku laksanakan
perintah itu, lalu aku cari orang-orang fakir miskin untuk kuberikan
zakat pada mereka. Tetapi aku tidak mendapatkan seorangpun juga dan kami
tak menemukan orang yang mau menerimanya. Umar benar-benar telah
menjadikan rakyatnya kaya. Akhirnya kubeli dengan zakat itu beberapa
orang hamba sahaya yang kemudian kumerdekakan.
Ulama-ulama kita bahkan menyebut Umar
Bin Abdul Aziz sebagai pembaharu abad pertama hijriyah, bahkan juga
disebut sebagai khulafa rasyidin kelima. Mungkin indikator kemakmuran
yang ada ketika itu tidak akan pernah terulang kembali, yaitu ketika
para amil zakat berkeliling di perkampungan-perkampungan Afrika, tapi
mereka tidak menemukan seseorang pun yang mau menerima zakat. Negara
benar-benar mengalami surplus, bahkan sampai ke tingkat dimana
utang-utang pribadi dan biaya pernikahan warga pun ditanggung oleh
negara.
Perbaikan-perbaikan yang dilakukan Umar
juga meliputi dinas pos. Dinas pos tidak hanya berfungsi untuk membawa
berita-berita resmi gubernur dan pegawai-pegawai kepada khalifah saja,
akan tetapi juga untuk melayani kepentingan rakyat. Umar memerintahkan
kepada pegawai pos untuk menerima semua surat-surat yang diserahkan
orang padanya untuk disampaikan kepada yang berhak.
Adapun da’wah Islam yang dilakukan Umar
kepada golongan-golongan yang tidak Islam itu dengan menggunakan
hikmah-kebijaksaan serta pelajaran yang baik. Mengirim para guru-guru
agama kesegala negara dengan memilih tempat mana yang ia sukai. Bagi
yang belum memeluk Islam diberikan hak dan kebebasan beribadat. Ini
menunjukkan toleransi beragama telah ditanamkan pada masa Khalifah Umar
bin abdul Aziz . Dan untuk menghadapi kaum khawarij Umar lebih
mengandalkan dialog dengan menyertakan dalil-dalil yang kuat sehingga
dapat diterima oleh akal mereka.
Dalam masalah agama beliau juga sangat
berjasa, terutama dalam penulisan hadis. Beliau memerintahkan kepada Abu
Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hajm (120 H), Gubernur madinah untuk
menuliskan hadis yang ada dalam hafalan-hafalan penghafal hadis. Umar
bin Abdul Aziz menulis surat sebagai berikut:
“Periksalah
hadis Nabi Muhammad SAW,
dan tuliskanlah karena aku khawatir bahwa ilmu(hadis) akan lenyap
dengan meninggalnya ulama’ dan tolaklah hadis, selain dari Nabi Muhammad
SAW, hendaklah hadis disebarkandan diajarkan dalam majelis-majelis
sehingga orang-orang yang tidak mengetahui menjadi mengetahuinya,
sesungguhnya hadis itu tidak akan rusak sehingga disembunyikan (oleh
ahlinya).
[15]
Khalifah Umar bin abdul Aziz juga
meniadakan kutukan kepada Ali bin Abu Thalib di atas mimbar-mimbar
sedangkan orang-orang bani umayah mencacinya. Hal ini tidaklah
mengherankan, karena Umar adalah seorang khalifah yang telah mengikuti
jejak ayahnya, Abdul ’Aziz di mesir. Diriwayatkan daripadanya, bahwa
mendiang ayahnya ketika sampai pada penyebutan Amirul Mukminin Ali suka
gagap. Pada waktu itu Umar bertanya: Mengapa ayahanda bersikap demikian?
Dia menjawab: Wahai anaku! Ketahuilah, sekiranya orang-orang awam
mengetahui tentang Ali Bin Abu Thalib seperti yang kita ketahui, niscara
mereka akan lari meninggalkan kita dan mereka pasti akan menggabungkan
diri pada anaknya. Oleh karena itu pada masa Umar bagian yang digunakan
untuk mencaci ini digantikan dengan ayat al-qur’an surat al-nahl: 90
[16]
Umar juga mengeluarkan kebijakan
mengembalikan uang pensiunan anak-anak yatim yang ditinggalkan oleh
orangtuanya yang meninggal di medan perang. Pada awal pemerintahan
Dinasti Umayah,
banyak uang-uang pensiun para pejuang muslim yang gugur di medan
pertempuran tidak diberikan kepada keluarga mereka. Sehingga hal ini
membuat para keluarga pejuang muslim yang gugur, terutama anak-anak
yatim, merasa tidak puas.
Telah kita ketahui bahwa Umat II,
sebelum menjadi kholifah adalah orang yang paling kaya raya. Akan tetapi
saat beliau mau wafat, ia hanya menyisakan pakaiannya yang ia pakai dan
17 dinar uang. Yang mana 17 dinar itu digunakan untuk perawatan
jenazahnya; 5 dinar untuk kain kafan, 2 dinar untuk tanah pekuburan, dan
10 dirham untuk dibagikan kepada anak-anaknya.
[17]
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hamed, Zaid Husen, Kehidupan Para Kholifah Teladan, Jakarta: Pustaka Amani, 1995
Al-Madudi, Abdul A’la, Sejarah Pembaharuan Dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam, 1985
Al-Hamid, Zaid Husain, Khulafa’ur Rasul Khalid Muhammad Khalid, Jakarta: Pustaka Amani, 1995
Fa’al, Fahsin M. Sejarah Kekuasaan islam, (Jakarta Barat: CV. Artha Rivera), 2008
Abdurrahman, Dudung, Sejarah Peradaban Islam: Dari masa klasik sampai modern,Yogyakarta: LESFI, 2004
Supriadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008
Firdaus, Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz,Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003
Ahmad Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam 2, Jakarta: Al-Huzna Zikra, 1997
Affandi, Adang, Study Sejarah Islam, Bandung: Putra A Bardim, 1999
http/:referensiagama.blogspot.com/januari/2011
[1] Zaid Husen Alhamed,
Kehidupan Para Kholifah Teladan, Jakarta: Pustaka Amani. 1995: 467
[2] Abdul A’la Al-Madudi,
Sejarah Pembaharuan Dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam, 1985, 60
[3] Zaid Husain Al-Hamid,
Khulafa’ur Rasul Khalid Muhammad Khalid, 1995, hal. 466
[5] Dudung Abdurrahman,
Sejarah Peradaban Islam: Dari masa klasik sampai modern, (Yogyakarta:Lesfi), hal.70
[6] Zaid Husain Al-Hamid,
Khulafa’ur Rasul Khalid Muhammad Khalid, 1995, hal.492
[7] Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam: Dari masa klasik sampai modern, (Yogyakarta:Lesfi), hal.70
[8] System pemerintahan yang kolot, berpegang pada ajaran yang lama. Lihat Pius Abdillah P,
Kamus Ilmiyah Populer Lengkap, 2009 hal.441.
[9] Sistem alih kuasa pemerintahan yang dilakukan dengan turun menurun.
[10] Zaid Husain Al-Hamid,
Khulafa’ur Rasul Khalid Muhammad Khalid, 1995, hal.492
[11] Fahsin M. Fa’al,
Sejarah Kekuasaan islam, (Jakarta Barat: CV. Artha Rivera), 2008, hal. 17
[13] Fahsin M. Fa’al,
Sejarah Kekuasaan islam, (Jakarta Barat: CV. Artha Rivera), 2008, hal.20
[15] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam. (Bandung:Pusaka Setia), 2008, hal.109