Kamis, 27 Agustus 2015

Daulah Umayyah: Marwan bin Muhammad (745-750 M) Khalifah Terakhir

Daulah Umayyah: Marwan bin Muhammad (745-750 M) Khalifah Terakhir


Ilustrasi

 Penyerahan jabatan khalifah dari Ibrahim bin Walid kepada Marwan bin Muhammad terjadi pada pengujung tahun 126 H (745 M). Khalifah Marwan bin Muhammad menjabat khalifah pada usia 56 tahun. Ia adalah khalifah terakhir Bani Umayyah.

Seperti ditulis Imam As-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafa', hal pertama yang ia lakukan ketika menjabat khalifah adalah membongkar kuburan Yazid dan menyalibnya. Hal ini ia lakukan karena Yazid telah membunuh Walid.

Sebelum menjabat khalifah, Marwan bin Muhammad adalah seorang panglima perang yang terkenal gigih. Namun ketika menjabat khalifah, keadaan pemerintahan Bani Umayyah tak menentu. Oleh sebab itu, masa pemerintahannya yang hampir enam tahun, banyak diwarnai peperangan. Kendati Marwan bin Muhammad mempunyai kemampuan tangguh, tetapi karena keadaan tak mengizinkan, keruntuhan Bani Umayyah tak terelakkan.

Ancaman itu tak hanya datang dari internal pemerintahan saja, namun juga dari luar. Adalah Kaisar Constantine V yang dikenal gagah berani dalam sejarah imperium Romawi Timur. Setelah Kaisar Constantine V berhasil mengamankan negerinya, pemerintahan Bani Umayyah mulai terancam.

Pada tahun 745 Masehi, Kaisar Constantine V melancarkan serangan ke Asia Kecil. Pasukan Islam yang berada di tempat itu terpaksa mundur, dan pada tahun berikutnya pasukan musuh berhasil menguasai perbatasan Syria bagian utara.

Dalam keadaan demikian, Khalifah Marwan bin Muhammad justru sibuk memadamkan berbagai gejolak dalam pemerintahan. Dengan demikian, ancaman dari luar tak kuasa ia halau.

Di antara gejolak yang harus dipadamkan Marwan bin Muhammad adalah gejolak dari daerah Himsh. Khalifah Marwan segera berangkat ke daerah itu dengan pasukannya. Ia berhasil mengamankan daerah itu kembali. Para pemberontak dihukum dan tubuh mereka disalib di tembok-tembok kota Himsh.

Belum usai pemulihan Himsh, muncul gejolak di daerah Bogota, pinggir Damaskus di bawah pimpinan Yazid bin Khalid Ats-Tsauri. Khalifah Marwan segera mengirimkan pasukan dan berhasil mengamankan daerah itu kembali. Di Palestina pun muncul gejolak, Khalifah Marwan mengirimkan pasukan besar di bawah pimpinan Abul Wardi bin Kautsar. Gejolak itu pun bisa dipadamkan.

Sementara itu, di Irak di bawah pimpinan Dhahak bin Qais Asy-Syaibani, kaum Khawarij memberontak. Gubernur Irak, Abdurrahman bin Umar, berangkat dari Kufah untuk memadamkan gejolak itu. Namun pasukannya kalah dan dia sendiri gugur dalam pertempuran. Dhahak bin Qais berhasil menguasai seluruh lembah Irak dari Kufah sampai ke Mosul belahan utara.

Khalifah Marwan bergerak bersama pasukannya menuju Irak. Lagi-lagi dia menunjukkan kemampuannya. Pasukan Khawarij porak-poranda. Dhahak bin Qais sendiri gugur. Sisa-sisa pasukannya sendiri kocar-kacir melarikan diri.

Pada saat mengamankan lembah Irak itu, mendadak muncul lagi gejolak di Kufah. Kali ini digerakkan oleh Abdullah bin Muawiyah bin Abdullah bin Ja'far bin Abu Thalib dari keluarga Hasyim. Khalifah Marwan terpaksa kembali ke Kufah dan memadamkan kerusuhan tersebut. Pemuka pasukan itu melarikan diri ke Khurasan. Namun di sana ia ditangkap oleh Abu Muslim Al-Khurasani dan dijatuhi hukuman mati.

Keadaan pemerintahan Umayyah yang tidak menentu dimanfaatkan oleh gerakan Abbasiyah. Gerakan yang sudah dibina bertahun-tahun di bawah tanah itu segera menampakkan diri.

Di bawah pimpinan Abu Muslim Al-Khurasani, gerakan Abbasiyah meledak. Setelah berhasil menguasai wilayah Khurasan, lalu Iran, pasukan Abbasiyah bergerak ke Irak dan menghancurkan pasukan Khalifah Marwan. Khalifah terakhir Bani Umayyah itu melarikan diri ke Mosul, Hauran, Syria, dan terakhir ke Mesir. Di sana ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh Panglima Shalih bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Kepalanya dikirim kepada keponakannya, Khalifah Abul Abbas Ash-Shaffah di Kufah.

Khalifah Marwan bin Muhammad wafat pada tahun 132 H dalam usia 62 tahun. Masa pemerintahannya hanya lima tahun 10 bulan. Ada kisah unik yang dipaparkan Imam As-Suyuthi. Ketika Marwan terbunuh, kepalanya dipotong dan dibawa ke hadapan Abdullah bin Ali. Orang-orang tak sempat memerhatikan penggalan kepala itu. Tiba-tiba datang seekor kucing dan menggigit lidah Marwan bin Muhammad lalu menelannya!

Abdullah bin Ali berkata, "Seandainya dunia ini tidak memperlihatkan kepada kita keajaibannya kecuali adanya lidah Marwan dalam mulut kucing. Itu sudah kita anggap keajaiban paling besar."

Dengan meninggalnya Marwan, berakhir pula kekuasaan Bani Umayyah.

UMAR BIN ABDUL AZIZ

BIOGRAFI TOKOH - UMAR BIN ABDUL AZIZ
Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah yang berhasil memimpin umatnya dengan adil. Ia adalah pemimpin yang sangat wara’, zuhud, bersih, dan peduli pada umatnya. Umar bin Abdul Aziz disebut para ulama sebagai khulafa’ur rasyidin ke-5, karena kesamaan manhaj kepemimpinan beliau dengan empat khalifah pertama penerus Rasulullah saw. Umar bin Abdul Aziz mempunyai keperibadian yang tinggi, wara' yang diwarisi dari kakeknya Umar bin Al-Khatab. Ia juga sangat berhati-hati dengan harta terutamanya yang melibatkan harta rakyat.
Kisah Umar bin Khattab berkaitan dengan kelahiran Umar II
Menurut tradisi Muslim Sunni, silsilah keturunan Umar dengan Umar bin Khattab terkait dengan sebuah peristiwa terkenal yang terjadi pada masa kekuasaan Umar bin Khattab.
"Khalifah Umar sangat terkenal dengan kegiatannya beronda pada malam hari di sekitar daerah kekuasaannya. Pada suatu malam beliau mendengar dialog seorang anak perempuan dan ibunya, seorang penjual susu yang miskin.
Kata ibu “Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari”
Anaknya menjawab “Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini”
Si ibu masih mendesak “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”.
Balas si anak “Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”.

Umar yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu.
Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khattab menyuruh anak lelakinya, Asim menikahi gadis itu.
Kata Umar, "Semoga lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”.

Asim yang taat tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul-Aziz.
Kelahiran
Saat itu, Ummi Ashim menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz adalah Gubernur Mesir di era khalifah Abdul Malik bin Marwan (685 – 705 M) yang merupakan kakaknya. Abdul Mallik bin Marwan adalah seorang shaleh, ahli fiqh dan tafsir, serta raja yang baik terlepas dari permasalahan ummat yang diwarisi oleh ayahnya (Marwan bin Hakam) saat itu.
Dari perkawinan itu, lahirlah Umar bin Abdul Aziz. Beliau dilahirkan di Halawan, kampung yang terletak di Mesir, pada tahun 61 Hijrah. Umar kecil hidup dalam lingkungan istana dan mewah. Saat masih kecil Umar mendapat kecelakaan. Tanpa sengaja seekor kuda jantan menendangnya sehingga keningnya robek hingga tulang keningnya terlihat. Semua orang panik dan menangis, kecuali Abdul Aziz seketika tersentak dan tersenyum. Seraya mengobati luka Umar kecil, dia berujar,
“Bergembiralah engkau wahai Ummi Ashim. Mimpi Umar bin Khattab insyaallah terwujud, dialah anak dari keturunan Umayyah yang akan memperbaiki bangsa ini.“
Umar bin Abdul Aziz menuntut ilmu sejak beliau masih kecil. Beliau sentiasa berada di dalam majlis ilmu bersama-sama dengan orang-orang yang pakar di dalam bidang fikih dan juga ulama-ulama. Beliau telah menghafaz al-Quran sejak masih kecil. Merantau ke Madinah untuk menimba ilmu pengetahuan. Beliau telah berguru dengan beberapa tokoh terkemuka spt Imam Malik b. Anas, Urwah b. Zubair, Abdullah b. Jaafar, Yusuf b. Abdullah dan sebagainya. Kemudian beliau melanjutkan pelajaran dengan beberapa tokoh terkenal di Mesir.
Semasa Khalifah Walid bin Abdul Malik memerintah, beliau memegang jawatan gabernur Madinah/Hijaz dan berjaya mentadbir wilayah itu dengan baik. Ketika itu usianya lebih kurang 28 tahun. Pada zaman Sulaiman bin Abdul Malik memerintah, beliau dilantik menjadi menteri kanan dan penasihat utama khalifah. Pada masa itu usianya 33 tahun.
Umar bin Abdul Aziz mempersunting Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan sebagai istrinya. Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan adalah putri dari khalifah Abdul Malik bin Marwan. Demikian juga, keempat saudaranya pun semua khalifah, yaitu Al Walid Sulaiman, Al Yazid, dan Hisyam. Ketika Fatimah dipinang untuk Umar bin Abdul Aziz, pada waktu itu Umar masih layaknya orang kebanyakan bukan sebagai calon pemangku jabatan khalifah.
Kehidupan awal
682 – 715
Umar dibesarkan di Madinah, di bawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak. Ia tinggal di sana sampai kematiannya ayahnya, dimana kemudian ia dipanggil ke Damaskus oleh Abdul-Malik dan menikah dengan anak perempuannya Fatimah. Ayah mertuanya kemudian segera meninggal dan ia diangkat pada tahun 706 sebagai gubernur Madinah oleh khalifah Al-Walid I
715 – 715: era Al-Walid I
Tidak seperti sebagaian besar penguasa pada saat itu, Umar membentuk sebuah dewan yang kemudian bersama-sama dengannya menjalankan pemerintahan provinsi. Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, dimana keluhan-keluhan resmi ke Damaskus berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah, sebagai tambahan banyak orang yang berimigrasi ke Madinah dari Iraq, mencari perlindungan dari gubernur mereka yang kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf. Hal tersebut menyebabkan kemarahan Al-Hajjaj, dan ia menekan al-Walid I untuk memberhentikan Umar. al-Walid I tunduk kepada tekanan Al-Hajjaj dan memberhentikan Umar dari jabatannya. Tetapi sejak itu, Umar sudah memiliki reputasi yang tinggi di Kekhalifahan Islam pada masa itu.
Pada era Al-Walid I ini juga tercatat tentang keputusan khalifah yang kontroversial untuk memperluas area di sekitar masjid Nabawi sehingga rumah Rasulullah ikut direnovasi. Umar membacakan keputusan ini di depan penduduk Madinah termasuk ulama mereka, Said Al Musayyib sehingga banyak dari mereka yang mencucurkan air mata. Berkata Said Al Musayyib: "Sungguh aku berharap agar rumah Rasulullah tetap dibiarkan seperti apa adanya sehingga generasi Islam yang akan datang dapat mengetahui bagaimana sesungguhnya tata cara hidup beliau yang sederhana"

715 – 717: era Sulaiman
Umar tetap tinggal di Madinah selama masa sisa pemerintahan al-Walid I dan kemudian dilanjutkan oleh saudara al-Walid, Sulaiman. Sulaiman, yang juga merupakan sepupu Umar selalu mengagumi Umar, dan menolak untuk menunjuk saudara kandung dan anaknya sendiri pada saat pemilihan khalifah dan menunjuk Umar.
Kedekatan Umar dengan Sulaiman
Sulaiman bin Abdul-Malik merupakan sepupu langsung dengan Umar. Mereka berdua sangat erat dan selalu bersama. Pada masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul-Malik, dunia dinaungi pemerintahan Islam. Kekuasaan Bani Umayyah sangat kukuh dan stabil.
Suatu hari, Sulaiman mengajak Umar ke markas pasukan Bani Umayyah. Sulaiman bertanya kepada Umar "Apakah yang kau lihat wahai Umar bin Abdul-Aziz?" dengan niat agar dapat membakar semangat Umar ketika melihat kekuatan pasukan yang telah dilatih. Namun jawab Umar, "Aku sedang lihat dunia itu sedang makan antara satu dengan yang lain, dan engkau adalah orang yang paling bertanggung jawab dan akan ditanyakan oleh Allah mengenainya".
Khalifah Sulaiman berkata lagi "Engkau tidak kagumkah dengan kehebatan pemerintahan kita ini?"
Balas Umar lagi, "Bahkan yang paling hebat dan mengagumkan adalah orang yang mengenali Allah kemudian mendurhakai-Nya, mengenali setan kemudian mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepada dunia".

Jika Khalifah Sulaiman adalah pemimpin biasa, sudah barang tentu akan marah dengan kata-kata Umar bin Abdul-Aziz, namun beliau menerima dengan hati terbuka bahkan kagum dengan kata-kata itu.
Sifat-sifatnya
Rasa Takut dan Tangisannya
Dari Al Mughirah bin Hukaim, dia berkata, “Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan, dia berkata kepadaku, “Wahai Mughirah, mungkin saja ada orang yang lebih baik shalat dan puasanya daripada Umar bin Abdul ‘Aziz, akan tetapi aku belum pernah melihat seorangpun yang lebih banyak takut dan lebih banyak menangis dihadapan Tuhannya daripada Umar bin Abdul ‘Aziz. Jika dia masuk ke rumahnya, dia langsung bersujud, dia terus saja menangis hingga kedua matanya tertidur, kemudian terbangun dan menangis lagi dan lagi. Dia menghabiskan sebagian besar malamnya seperti itu.”
Kezuhudannya
Dari Maslamah bin Abdul Malik, dia berkata, “Aku menemui Umar bin Abdul ‘Aziz untuk menjenguknya karena sakit. Saat itu dia mengenakan baju yang sudah jelek dan kotor, kemudian aku berkata kepada Fatimah binti Abdul Malik, isterinya, “Wahai Fatimah, cucilah baju Amirul Mukminin.” Sang isteri berkata, “InsyaAllah akan aku lakukan.” Selang beberapa waktu, aku pun kembali menjenguknya dan ternyata bajunya masih yang itu juga, sehingga aku pun berkata kepada isterinya, “Wahai Fatimah, tidakkah aku talah memintamu untuk membersihkan dan mengganti pakaian Amirul Mukminin, karena banyak warga yang ingin menjenguknya?” Fatimah berkata, “Demi Allah, dia tidak mempunyai baju yang selain itu.”
Dari Malik bin Dinar, dia berkata, “Orang-orang berkata, “Malik bin Dinar adlah orang yang zuhud,” akan tetapi sebenarnya orang yang bisa dikatakan zuhud itu adalah Umar bin Abdul ‘Aziz yang dikaruniai kemewahan dunia dengan segala isinya akan tetapi dia memilih untuk meninggalkannya.”
Kewara’annya
Ja’wanah berkata, “Ketika Abdul Malik bin Umar bin Abdul ‘Aziz meninggal dunia, Umar bin Abdul ‘Aziz terlihat bersyukur karenanya. Kemudian, sesorang berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, jika dia masih hidup, apakah Anda akan mengangkatnya sebagai putera mahkota?” Dengan tegas Umar menjawab, “Tidak.” Orang itu bertanya lagi, “Mengapa tidak, dan Anda malah bersyukur atas kematiannya?” Dia menjawab, “Aku takut dia akan menjadi perhiasan dimataku (yang dapat menghalanginya dari kebenaran), seperti perhiasan seorang anak pada orang tuanya.”
Dari Yahya bin Said, dia berkata, “Abdul Humaid bin Abdirrahman menulis sepucuk surat kepada Umar bin Abdul ‘Aziz. Dalam suratnya itu dia berkata, “Sesungguhnya telah ada pengaduan kepadaku tentang seseorang yang mencaci Anda, kemudian aku berniat membunuhnya. Akan tetapi, aku membatalkannya hingga akhirnya aku berinisiatif menulis surat kepada Anda untuk meminta pendapat Anda.” Umar bin Abdul ‘Aziz memberikan seseorang tidak berhak untuk dibunuh hanya karena mencaci orang lain, kecuali yang mencaci Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam. Jadi, caci makilah dia jika kamu menginginkannya, kemudian lepaskan.”
Kerendahan Hatinya
Dari Raja’ bin Haiwah, dia berkata, “Aku pernah begadang malam bersama Umar bin Abdul ‘Aziz, tiba-tiba lampu padam. Lalu aku bergegas untuk berdiri dan memperbaikinya, akan tetapi Umar bin Abdul ‘Aziz melarangku. Setelah itu, dia memperbaikinya sendiri dan duduk kembali, lalu dia berkata, “Jika kamu duduk, maka aku tetap Umar bin Abdul ‘Aziz (orang biasa yang tak perlu diistimewakan). Dan jika kamu berdiri, maka aku juga tetap Umar bin Abdul ‘Aziz dan celakalah seseorang yang memperkerjakan tamunya.”
Terdapat banyak riwayat dan athar para sahabat yang menceritakan tentang keluruhan budinya. Di antaranya ialah :
At-Tirmizi meriwayatkan bahwa Umar Al-Khatab telah berkata : “Dari anakku (zuriatku) akan lahir seorang lelaki yang menyerupainya dari segi keberaniannya dan akan memenuhkan dunia dengan keadilan”
Dari Zaid bin Aslam bahawa Anas bin Malik telah berkata : “Aku tidak pernah menjadi makmum di belakang imam selepas wafatnya Rasulullah SAW yang mana solat imam tersebut menyamai solat Rasulullah SAW melainkan daripada Umar bin Abdul Aziz dan beliau pada masa itu adalah Gabenor Madinah”
Al-Walid bin Muslim menceritakan bahawa seorang lelaki dari Khurasan telah berkata : “Aku telah beberapa kali mendengar suara datang dalam mimpiku yang berbunyi : “Jika seorang yang berani dari Bani Marwan dilantik menjadi Khalifah, maka berilah baiah kepadanya kerana dia adalah pemimpin yang adil”.” Lalu aku menanti-nanti sehinggalah Umar b. Abdul Aziz menjadi Khalifah, akupun mendapatkannya dan memberi baiah kepadanya”.
Qais bin Jabir berkata : “Perbandingan Umar b Abdul Aziz di sisi Bani Ummaiyyah seperti orang yang beriman di kalangan keluarga Firaun”
Hassan al-Qishab telah berkata :”Aku melihat serigala diternak bersama dengan sekumpulan kambing di zaman Khalifah Umar Ibnu Aziz”
Umar b Asid telah berkata :”Demi Allah, Umar Ibnu Aziz tidak meninggal dunia sehingga datang seorang lelaki dengan harta yang bertimbun dan lelaki tersebut berkata kepada orang ramai :”Ambillah hartaku ini sebanyak mana yang kamu mahu”. Tetapi tiada yang mahu menerimanya (kerana semua sudah kaya) dan sesungguhnya Umar telah menjadikan rakyatnya kaya-raya”
‘Atha’ telah berkata : “Umar Abdul Aziz mengumpulkan para fuqaha’ setiap malam. Mereka saling ingat memperingati di antara satu sama lain tentang mati dan hari qiamat, kemudian mereka sama-sama menangis kerana takut kepada azab Allah seolah-olah ada jenayah di antara mereka.”

Pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai Khalifah
Atas wasiat yang dikeluarkan oleh khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah pada usianya 37 tahun. Beliau dilantik menjadi Khalifah selepas kematian Sulaiman bin Abdul Malik tetapi beliau tidak suka kepada pelantikan tersebut. Lalu beliau memerintahkan supaya memanggil orang ramai untuk mendirikan sembahyang. Selepas itu orang ramai mula berpusu-pusu pergi ke masjid. Apabila mereka semua telah berkumpul, beliau bangun menyampaikan ucapan. Lantas beliau mengucapkan puji-pujian kepada Allah dan berselawat kepada Nabi s.a.w kemudian beliau berkata:
“Wahai sekalian umat manusia! Aku telah diuji untuk memegang tugas ini tanpa meminta pandangan daripada aku terlebih dahulu dan bukan juga permintaan daripada aku serta tidak dibincangkan bersama dengan umat Islam. Sekarang aku membatalkan baiah yang kamu berikan kepada aku dan pilihlah seorang Khalifah yang kamu reda”.
Tiba-tiba orang ramai serentak berkata:
“Kami telah memilih kamu wahai Amirul Mukminin dan kami juga reda kepada kamu. Oleh yang demikian perintahlah kami dengan kebaikan dan keberkatan”.
Lalu beliau berpesan kepada orang ramai supaya bertakwa, zuhud kepada kekayaan dunia dan mendorong mereka supaya cintakan akhirat kemudian beliau berkata pula kepada mereka: “Wahai sekalian umat manusia! Sesiapa yang taat kepada Allah, dia wajib ditaati dan sesiapa yang tidak taat kepada Allah, dia tidak wajib ditaati oleh sesiapapun. Wahai sekalian umat manusia! Taatlah kamu kepada aku selagi aku taat kepada Allah di dalam memimpin kamu dan sekiranya aku tidak taat kepada Allah, janganlah sesiapa mentaati aku”. Setelah itu beliau turun dari mimbar.
Umar rahimahullah pernah menghimpunkan sekumpulan ahli fekah dan ulama kemudian beliau berkata kepada mereka: “Aku menghimpunkan kamu semua untuk bertanya pendapat tentang perkara yang berkaitan dengan barangan yang diambil secara zalim yang masih berada bersama-sama dengan keluarga aku?” Lalu mereka menjawab: “Wahai Amirul Mukminin! perkara tersebut berlaku bukan pada masa pemerintahan kamu dan dosa kezaliman tersebut ditanggung oleh orang yang mencerobohnya.” Walau bagaimanapun Umar tidak puas hati dengan jawapan tersebut sebaliknya beliau menerima pendapat daripada kumpulan yang lain termasuk anak beliau sendiri Abdul Malik yang berkata kepada beliau: “Aku berpendapat bahawa ia hendaklah dikembalikan kepada pemilik asalnya selagi kamu mengetahuinya. Sekiranya kamu tidak mengembalikannya, kamu akan menanggung dosa bersama-sama dengan orang yang mengambilnya secara zalim.” Umar berpuas hati mendengar pendapat tersebut lalu beliau mengembalikan semula barangan yang diambil secara zalim kepada pemilik asalnya.
Sesudah Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah dan Amirul Mukminin, Umar langsung mengajukan pilihan kepada Fatimah, isteri tercinta.
Umar berkata kepadanya, “Isteriku sayang, aku harap engkau memilih satu di antar dua.”
Fatimah bertanya kepada suaminya, “Memilih apa, kakanda?”
Umar bin Abdul Azz menerangkan, “Memilih antara perhiasan emas berlian yang kau pakai dengan Umar bin Abdul Aziz yang mendampingimu.”
Kata Fatimah, “Demi Allah, Aku tidak memilih pendamping lebih mulia daripadamu, ya Amirul Mukminin. Inilah emas permata dan seluruh perhiasanku.”

Kemudian Khalifah Umar bin Abdul Aziz menerima semua perhiasan itu dan menyerahkannya ke Baitulmal, kas Negara kaum muslimin. Sementara Umar bin Abdul Aziz dan keluarganya makan makanan rakyat biasa, yaitu roti dan garam sedikit.
Setelah menjadi khalifah, beliau mengubah beberapa perkara yang lebih mirip kepada sistem feodal. Di antara perubahan awal yang dilakukannya ialah :
menghapuskan cacian terhadap Saidina Ali b Abu Thalib dan keluarganya yang disebut dalam khutbah-khutbah Jumaat dan digantikan dengan beberapa potongan ayat suci al-Quran
merampas kembali harta-harta yang disalahgunakan oleh keluarga Khalifah dan mengembalikannya ke Baitulmal
memecat pegawai-pegawai yang tidak cekap, menyalahgunakan kuasa dan pegawai yang tidak layak yang dilantik atas pengaruh keluarga Khalifah
menghapuskan pegawai pribadi bagi Khalifah sebagaimana yang diamalkan oleh Khalifah terdahulu. Ini membolehkan beliau bebas bergaul dengan rakyat jelata tanpa sekatan tidak seperti khalifah dahulu yang mempunyai pengawal peribadi dan askar-askar yang mengawal istana yang menyebabkan rakyat sukar berjumpa.

Selain daripada itu, beliau amat menitilberatkan tentang kebajikan rakyat miskin di mana beliau juga telah menaikkan gaji buruh sehingga ada yang menyamai gaji pegawai kerajaan.
Beliau juga amat menitikberatkan penghayatan agama di kalangan rakyatnya yang telah lalai dengan kemewahan dunia. Khalifah umar telah memerintahkan umatnya mendirikan solat secara berjammah dan masjid-masjid dijadikan tempat untuk mempelajari hukum Allah sebegaimana yang berlaku di zaman Rasulullah SAW dan para Khulafa’ Ar-Rasyidin. Baginda turut mengarahkan Muhammad b Abu Bakar Al-Hazni di Mekah agar mengumpul dan menyusun hadith-hadith Raulullah SAW. Beliau juga meriwayatkan hadis dari sejumlah tabiin lain dan banyak pula ulama hadis yang meriwayatkan hadis daripada beliau.
Dalam bidang ilmu pula, beliau telah mengarahkan cendikawan Islam supaya menterjemahkan buku-buku kedoktoran dan pelbagai bidang ilmu dari bahasa Greek, Latin dan Siryani ke dalam bahasa Arab supaya senang dipelajari oleh umat Islam.
Dalam mengukuhkan lagi dakwah Islamiyah, beliau telah menghantar 10 orang pakar hukum Islam ke Afrika Utara serta menghantar beberapa orang pendakwah kepada raja-raja India, Turki dan Barbar di Afrika Utara untuk mengajak mereka kepada Islam. Di samping itu juga beliau telah menghapuskan bayaran Jizyah yang dikenakan ke atas orang yang bukan Islam dengan harapan ramai yang akan memeluk Islam.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang terkenal dengan keadilannya telah menjadikan keadilan sebagai keutamaan pemerintahannya. Beliau ingin semua rakyat dilayani dengan adil tidak memandang keturunan dan pangkat supaya keadilan dapat berjalan dengan sempurna. Keadilan yang beliau perjuangan adalah menyamai keadilan di zaman kakeknya, Khalifah Umar Al-Khatab.
Pada masa pemerintahan beliau, kerajaan Umaiyyah semakin kuat tiada pemberontakan dalaman, kurang berlaku penyelewengan, rakyat mendapat layanan yang sewajarnya dan menjadi kaya-raya hinggakan Baitulmal penuh dengan harta zakat kerana tiada lagi orang yang mahu menerima zakat. Rakyat umumnya sudah kaya ataupun sekurang-kurangnya mau berdikari sendiri. Pada zaman pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ra, pasukan kaum muslimin sudah mencapai pintu kota Paris di sebelah barat dan negeri Cina di sebelah timur. Pada waktu itu kekausaan pemerintahan di Portugal dan Spanyol berada di bawah kekuasaannya.
Wafat
Umar bin Abdul ‘Aziz meninggal dunia di Dir Sam’an, pada tanggal 10 atau 5 bulan Rajab tahun 101 Hijriyah. Saat itu dia genap berusia 39 tahun lebih enam bulan. Ia meninggal setelah memerintah selama 2 tahun 5 bulan dan 2 tahun 5 bulan satu tempoh yang terlalu pendek bagi sebuah pemerintahan. Meninggalnya karena meminum racun yang telah direkayasa oleh bani Umayyah sendiri, karena Umar bin Abdul ‘Aziz dikenal tegas terhadap kezhaliman mereka, mencabut semua kekebalan hukum dan hak istimewa mereka serta memutus semua sumber dana kekayaan mereka. Dia memang mengabaikan kehati-hatian dan pengamanan pada dirinya.
Kita akan mengakhiri biografi Umar bin Abdul ‘Aziz dengan apa yang disebutkan Ibnu Al Jauzi dalam kitab sirah-nya, dia berkata, “Ada yang memberitahukan kepadaku bahwa Al-Manshur berkata kepada Abdurrahman bin Al Qasim, “Berilah aku nasehat!” Dia berkata, “Dengan apa yang pernah aku lihat atau dengan apa yang pernah aku dengar?” Dia berkata, “Dengan apa yang pernah yang Anda lihat.” Dia berkata, “Umar bin Abdul ‘Aziz meninggal dunia, dengan meninggalkan 11 putera, harta warisannya 17 dinar. Harta itu lalu digunakan mereka untuk membeli kain kafan 5 dinar dan kuburannya 2 dinar. Dan yang tersisa dibagikan kepada semua anggota keluarga dan setiap mereka mendapat 19 dirham.
Hisyam bin Abdul Malik meninggal dunia, dia meninggalkan 11 putera, harta warisannya dibagikan kepada anak-anaknya itu dan masing-masing mendapatkan ribuan dinar. Dan aku pernah melihat seorang lelaki dari keturunan Umar bin Abdul ‘Aziz membawa seratus kuda perang untuk dishadaqahkan guna dipakai berperang dijalan Allah dalam satu hari, dan aku melihat seorang lelaki dari keturunan Hisyam bin Abdul Malik diberikan shadaqah (karena sudah jatuh miskin).”

Jumat, 14 Agustus 2015

Khalifah Yazid bin Mu'awiyah dan Syahidnya Imam Husein di Hari Asyuro

Khalifah Yazid bin Mu'awiyah dan Syahidnya Imam Husein di Hari Asyuro

Yazid bin Mu'awiyah, lahir tahun 25 H ada yg mengatakan 26 H. Dia bertubuh gemuk dan berbulu.
Hasan Bashri berkata: Dua orang perusak urusan manusia adalah: Pertama, 'Amr bin Al 'Ash. Itu terjadi saat dia mengangkat Al Qur'an saat minta dileraikan persengketaan. Peristiwa Tahkim ini menjadi goresan sejarah panjang hingga hari kiamat dengan memunculkan kaum khawarij. Kedua, adalah Al Mughirah bin Syu'bah. Peristiwanya adalah sebagai berikut:Saat dia menjadi gubernur Mu'awiyah di Kufah. Mu'awiyah menulis surat kepadanya: “Jika kamu selesai membaca surat ini, menghadaplah kepada saya, kamu akan saya pecat.”
 
Al Mughirah tidak segera menghadap Mu'awiyah. Maka tatkala menghadap, Mu'awiyah berkata: “Apa yg menyebabkanmu datang terlambat?” Al Mughirah berkata, “saya membereskan satu perkara yg telah saya persiapkan sejak lalu.” “Perkara apa yg kamu maksud?” Kata Mu'awiyah. “Saya membereskan bai'at orang-orang Kufah untuk Yazid” kata Al Mughirah. “Apakah telah kamu lakukan itu?” tanya Mu'awiyah. “Ya!” Jawab Al Mughirah dengan mantap. Muawiyah berkata, “Jika itu penyebabnya maka kembalilah, saya kembalikan kamu kepada kedudukanmu!.” Tatkala keluar dari ruangan Muawiyah, para sahabat berkata kepadanya, “Apa maksud dari semua itu?” Al Mughirah berkata, “Saya mengikat kaki Mu'awiyah di batang kayu yg ditancapkan di tanah, tak akan lepas hingga kiamat.”
Tatkala Mu'awiyah meninggal, penduduk Syam membaiat Yazid menjadi khalifah. Kemudian ia mengutus seseorang ke Madinah agar penduduk Madinah membaiat dirinya. Namun Al Husein dan Abdullah bin Zubair enggan membaiatnya. Keduanya keluar menuju Makkah.

Abdullah bin Zubair tidak membaiat dan tidak pula mengajak orang lain untuk membaiat dirinya.  Sedangkan Al Husein, mendapatkan kiriman surat dari penduduk Kufah meminta dirinya untuk datang ke Kufah.

Sebenarnya sejak masa Mu'awiyah dia sudah mendapat surat dari penduduk Kufah namun Al Husein tidak mau. Tatkala Yazid dibaiat, mereka kembali mengirim surat dan memintanya untuk datang ke Kufah. Dia lalu berminat untuk pergi ke Kufah.

Abdullah bin Zubair mengusulkan agar dia pergi ke Kufah, sedangkan Abdullah bin Abbas melarangnya. “Jangan kau lakukan itu!” Kata Abdullah bin Abbas. Abdullah bin Umar juga berkata, “Jangan engkau keluar menuju mereka.” Abdullah bin Umar merangkul Al Husein dan menangis.

Jabir bin Abdullah, Abu Sa'id dan Waqid Al Laitsi juga berusaha mencegah Al Husein untuk pergi. Namun Al Husein tidak menerima nasehat seorangpun dari mereka. Al Husein tampaknya sudah bertekad untuk pergi menuju Irak.

Abdullah bin Abbas berkata kepadanya: “Saya kira kamu akan dibunuh di tengah-tengah istri dan anak-anak perempuanmu sebagaimana 'Utsman dibunuh.” Namun Al Husein tetap tidak menerima nasehat Abdullah bin Abbas. Oleh karena itu Abdullah bin Abbas menangis tersedu.

Imam Husein kemudian pergi menuju Irak pada tanggal 10 Dzulhijjah. Dia disertai oleh beberapa keluarganya baik yg laki-laki maupun yg perempuan serta anak-anaknya.

Yazid bin Muawiyah segera mengirim surat kepada Ubaidillah bin Ziyad untuk membunuhnya. Ziyad mengirim pasukan sebanyak 4000 yg dipimpin Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash. Tatkala mereka mengangkat senjata, Al Husein memberikan tawaran kepada mereka.

Pertama dia akan menyerah dan pulang kembali ke Makkah atau pergi sendiri menemui Yazid. Namun pasukan itu menolak apapun selain mereka harus membunuh Al Husein & keluarganya. Al Husein dibunuh, kepalanya mereka letakkan di baskom kehadapan Ziyad. Al Husein dibunuh di Karbala. Tentang pembunuhannya terdapat kisah yg sangat memilukan dimana hati kita tidak mungkin sanggup menanggungnya. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji'aun. 26 orang lainnya terbunuh dalam pembantaian Karbala tersebut.

Tatkala Al Husein dibunuh, dunia seakan terhenti selama 7 hari. Sedangkan matahari merapat ke dinding laksana kain yg menguning. Bintang-bintang saling bertabrakan. Dia terbunuh pada tanggal 10 Muharram (Asyura). Terjadi gerhana matahari di hari itu. Ufuk langit memerah terus menerus selama 6 bulan. Tidak pernah terjadi fenomena alam seperti itu sebelumnya.

Disebutkan bahwa tidak ada satu pun batu yg ada dibalik Baitul Maqdis saat itu kecuali dibawahnya akan ditemukan darah kental. Tumbuh-tumbuhan berwarna hijau yg ada di markas tentara mereka menjadi laksana bara. Daging-daging onta yg disembelih ketika dimasak laksana buah 'alqam (buah yg sangat pahit).

Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Salma dia berkata: saya menemui ummu Salamah yg saat itu sedang menangis. Saya tanyakan kepadanya, “apa yg menyebabkanmu menangis?” Dia berkata, “Saya semalam melihat Rasulullah dalam mimpi. Saya lihat di kepala dan jenggotnya berdebu. Saya bertanya kepada Rasulullah, “Mengapa engkau wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Saya baru saja menyaksikan pembunuhan Husein.”

Imam Al Baihaqi dalam kitabnya Dalail an-Nubuwah meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas: Saya melihat Rasulullah dalam mimpi. Saat itu tengah hari. Rasulullah kelihatan rambutnya penuh debu. Sedangkan di tangannya ada botol dengan darah di dalamnya. Lalu saya berkata, “Demi ayah & ibuku, apakah itu wahai Rasulullah?” Rasulullah berkata, “Ini adalah darah Al Husein dan teman-temannya, sejak hari ini saya mencarinya.” Abdullah bin Abbas terbangun lalu menghitung hari itu ternyata hari itu adalah Hari Asyura.

Setelah Al Husein & saudara-saudaranya dibunuh, kepala mereka dikirimkan kepada Yazid bin Muawiyah. Pertama kali dia merasa gembira atas terbunuhnya Husein & rombongannya. Namun kemudian dia menyesalkan kejadian itu karena kaum muslimin membenci atas tindakan itu. Kaum muslimin tidak suka terhadap tindakan yg sungguh biadab dan tidak bisa dimaafkan.

Pada tahun 63 H, penduduk Madinah melakukan pemberontakan dan mereka tidak mengakui Yazid sebagai khalifah. Yazid mengirim pasukan dalam jumlah yg sangat besar ke Madinah untuk memerangi penduduk Madinah. Kemudian Yazid memerintahkan pasukannya itu melanjutkan perjalanan menuju Makkah. Dalam rangka memerangi pasukan Abdullah bin Zubair. Dalam peperangan di Madinah itu, dikenal dengan “Peristiwa Harrah”. (satu tempat di sebelah Timur Madinah). Dalam “Peristiwa Harrah” itu hampir tidak ada yg selamat dalam peristiwa itu, sejumlah sahabat Rasulullah dibunuh. Kota Madinah dibumi hanguskan, seribu perawan dirusak kegadisannya. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji'un.

Penyebab pemberontakan penduduk Madinah karena Yazid disamping dia kejam, ia juga banyak melakukan kemaksiatan. Ia mengawini budak-budak, anak-anaknya, dan saudaranya serta pemabuk dan tidak pernah Shalat. Kemudian Pasukan “Harrah” itu bergerak ke Makkah untuk memerangi Abdullah bin Zubair.Pasukan Yazid itu mengepung dan menyerang dengan Manjaniq (pelontar).


Peristiwa itu terjadi pada bulan Shafar tahun 64 H. Karena lemparan-lemparan Manjaniq yg mengandung api mengakibatkan penutup Ka'bah terbakar. Atap-atap Ka'bah dan dua tanduk domba yg merupakan tanduk domba kurban Nabi Ibrahim juga ikut terlalap api. Kedua tanduk domba peninggalan Nabi Ibrahim 'Alaihis Salam tersebut saat itu berada di atap Ka'bah.
Allah SWT membinasakan Yazid pada bulan Rabiul Awal tahun itu juga. Kabar kematiannya terdengar saat perang sedang berkecamuk di Makkah.  Abdullah bin Zubair berkata di depan bala tentara Syam yg dikirim Yazid: “Wahai orang-orang Syam sesungguhnya pemimpinmu yg zhalim telah mampus!.”

Seketika itu juga bala tentara Yazid itu mundur kembali ke Syam dengan kehinaan. Setelah kematian Yazid, Abdullah bin Zubair mengangkat dirinya sebagai khalifah.  Sedangkan penduduk Syam mengangkat Mu'awiyah anak Yazid menjadi khalifah.

Senin, 10 Agustus 2015

Biografi Muawiyah bin Abi Sufyan

Biografi Muawiyah bin Abi Sufyan



Nama lengkap Muawiyah bin Abi Sufyan adalah Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayah bin Harb bin Abdi Syams bin Abd Manaf al-Quraisy al-Amawi. Ibunya bernama Hindun binti Utbah bin Rabi’ah bin Abd Syams bin Abd Manaf. Dari silsilah ini secara geneologis terjadi pertemuan antara nenek moyang bapaknya dengan nenek moyang ibunya, yaitu pada Abd Syams. Muawiyah yang dijuluki Abu Abd Al-Rahman, dilahirkan kira-kira pada tahun ke-5 sebelum kenabian (606 M). Muawiyah dan bapaknya masuk Islam pada perisrtiwa penaklukan kota Mekkah, ketika ia berusia lebih kurang 23 tahun. Menurut pengakuan Muawiyah sendiri bahwa ia telah menjadi muslim jauh sebelum fath  al-Mekkah, yaitu pada Yaum Al-Qadla ketika Rasulullah saw. Dan para sahabat melaksanakan Umrah setelah perjanjian Hudaibiyah. Ketika itu datang menghadap Rasul dan menyatakan diri sebagai muslim, tetapi keislaman itu ia sembunyikan. Hal itu dilakukan karena ia mendapat ancaman dari keluarganya, terutama ibunya bahwa kalau ia masuk Islam, pasokan makanan, warisan dan sebagainya akan dihentikan oleh keluarganya.

Setelah keislamannnya, ia mendapat kepercayaan dari Rasulullah saw. Untuk menjadi penulis wahyu. Jabatan ini diberikan kepadanya, selain sebagai bagian dari bentuk penghargaan atas keluarga Bani Umayah, juga karena Rasulullah saw. Melihat potensi dan kemampuan menulis dan membaca yang dimilikinya yang perlu dihargai dan dikembangkan untuk kepentingan pengembangan Islam. Karena pada saat itu, sedikit sekali orang Arab yang memiliki kemampuan membaca dan menulis. Dari sinilah kemudian posisi Muawiyah menjadi semakin penting di dalam kehidupan sosial keagamaan dan politik ketika itu.

Sejak saat itulah tampaknya Muawiyah meniti kariernya, sehingga memiliki karier politik yang cukup baik di dalam pemerintahan pada masa khulafaur rasyidin, terutama sejak masa khalifah Umar bin Al-Khattab (13-24 H/634-644 M).

Pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar (11-13 H/632-634 M). Saudara Muawiyah bernama Yazid bin Abi Sufyan, mendapat kepercayaan untuk menaklukkan daerah Syams. Dalam situasi yang kritis, Yazid meminta bantuan kepada khalifah untuk menambah kekuatan perang. Permintaan tersebut dipenuhi. Kemudian khalifah Abu Bakar as-Shiddiq meminta kepada Muawiyah untuk memimpin pasukan tambahan tersebut. Di bawah bendera Yazid, Muawiyah bertempur menaklukkan kota-kota di utara, seperti Sidon, Beirut, dan lain sebagainya.

Dari sinilah sinar kecemerlangan Muawiyah mulai tampak. Karena itu, ketika khalifah Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah, ia mengangkat Yazid sebagai gubernur Damaskus, sementara Muawiyah sebagai gubernur Syiria (Yordania) pada bulan Syawal tahun 19 H, dua wilayah itu digabungkan menjadi satu dan berada di bawah kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan. Penggabungan ini disetujui khalifah Umar bin Khattab, karena mengetahui benar bahwa Muawiyah akan mampu menjalankan roda pemerintahan di wilayah tersebut. Sebab Muawiyah dikenal sebagai seorang pemimpin yang memiliki kepribadian kuat dan ahli dalam lapangan politik, sehingga khalifah Umar menyukainya dan menyebutnya sebagai kaisar Arab yang berkuasa di Syiria.

Sebagai bukti pengabdiannya kepada khalifah Umar bin Khattab, Muawiyah setiap bulan mengirimkan upeti kepada khalifah sebesar 1.000 dinar. Oleh karena itu, posisi penting ini sebagai gubernur di wilayah ini tetap dipertahankan hingga ia mendapatkan kekuasaan dari Hasan bin Ali pada tahun 41 H/661 M. Dalam peristiwa Am al-Jama’ah.

Keberhasilan Muawiyah dalam mencapai ambisinya untuk mendirikan kekuasaan dinasti Bani Umayah, di sebabkan di dalam dirinya terkumpul sifat-sifat penguasa, politikus dan administrator. Kepandaiannya bergaul dengan berbagai temperamen dan watak manusia, membuat dirinya mampu menghimpun berbagai percakapan para tokoh pendukungnya. Bahkan lawan politiknya sekalipun. Misalnya, ia menawarkan kerjasama Amr bin Ash, seorang diplomat dan politikus kenamaan, untuk menggalang kekuatan guna mencapai ambisi mereka.

Hal penting yang perlu di catat di sini adalah upaya Muawiyah bin Abi Sufyan yang dilakukannya selama menjadi penguasa di Syiria. Di antara upaya strategis itu adalah membangun kekuatan militer untuk memperkuat posisinya dalam upaya perluasan dan pertahanan wilayah islam, baik pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab maupun pada masa khalifah Usman bin Affan. Meskipun upaya ini tidak di rencanakan sejak awal untuk memperkuat posisinya di masa mendatang, tetapi usaha ini cukup efektif untuk membangun kekuatan dn pertahanan militer yang dapat dipergunakan manakala ia membutuhkannya.

Dengan posisi dan kekayaan yang dimilikinya, Muawiyah bin Abi Sufyan merekrut militer sebagai tentara bayaran yang berasal dari penduduk asli Syiria dan masyarakat Arab yang bermigrasi ke kota tersebut. Kebanyakan yang datang ke kota Damaskus dan dijadikan tentara atau pejabat penting yang berada di bawah kekuasaannya adalah anggota keluarganya sendiri. Dengan kemampun yang dimilikinya, ia juga merekrut tentara yang berasal dari lawan-lawan politiknya. Semua itu merupakan rencana strategis yang dilakukan Muawiyah untuk menggapai ambisinya menjadi khalifah.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Muawiyah bin Abi Sufyan merupakan salah seorang penguasa lokal (gubernur) yang paling lama berkuasa. Muawiyah berkuasa di wilayah Arab Utara kurang lebih selama 20 tahun. Oleh karena itu, tak heran kalau kemudian ia memiliki basis yang sangat kuat untuk membantu melicinkan jalan menuju kursi kekuasaannya sebagai penguasa pertama dan pediri dinasti Bani Umayah pada tahun 41 H/661 M. Sebuah jabatan yang dipegangnya hingga ia wafat pada bulan Rajab 60 H.

Bahkan dengan dukungan basis massa, militer dan kekayaan yang dimilikinya Muawiyah bin Abi Sufyan berani menentang ajakan khalifah Ali bin Abi thalib untuk melepaskan jabatannya sebagai gubernur di Syiria. Muawiyah bin Abi Sufyan menolak untuk mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.

Penolakan ini dilakukan karena Muawiyah menganggap khalifah Ali bin Abi Thalib lah yang berada di balik peristiwa pembunuhan khalifah Usman bin Affan. Muawiyah tidak mau melakukan bai’at kepada Ali bin Abi Thalib sebelum khalifah Ali berhasil mengungkap kasus terbunuhnya khalifah Usman dan mengadili pembunuhnya. Bahkan Muawiyah mengumpulkan massa pendukungnya untuk secara bersama-sama menentang dan melawan kekuatan khalifah Ali.

Penolakan dan tantangan yang dilakukan Muawiyah dan para pendukungnya tersebut berakibat pada terjadinya perpecahan di dalam tubuh umat Islam dan konflik horizontal yang tak berkesudahan. Perpecahan tersebut menimbulkan perang fisik antara khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah yang dibantu para pendukung setianya. Perang trsebut di kenal dalam sejarah Islam dengan sebutan perang Shiffin tahun 657 M.

Peperangan ini menimbulkan dampak politis, karena memperlemah kekuatan politik umat Islam yang seharusnya bersatu menegakkan agama Islam. Sebagai akibat lain dari peperangan tersebut adalah munculnya kelompok-kelompok Islam, seperti Khawarij, yaitu kelompok pendukung Ali bin Abi Thalib yang telah menyatakan keluar dari barisan khalifah, karena mereka menolak hasil penyelesaian konflik melalui arbitrase atau tahkim. Kelompok kedua yaitu kelompok Syi’ah Ali, yaitu kelompok pendukung setia Ali dan tetap bertahan di dalam barisan khalifah Ali bin Abi Thalib untuk mendukung semua kebijakan khalifah Ali. Ketiga adalah kelompok Muawiyah, yaitu kelompok pendukung setia Muawiyah yang selalu berada di belakang Muawiyah untuk mempertahankan kekuasaan dan membelanya mati-matian. Kelompok-kelompok inilah yang kemudian banyak memainkan peran di dalam proses perjalanan sejarah umat islam kemudian.

Sikap keras kepala dan keangkuhan Muawiyah bin Abi Sufyan ditunjukkan kembali ketika masyarakat Kufah, Basrah, Madinah dan sebagian penduduk Persia mengangkat Hasan bin Ali sebagai khalifah. Muawiyah tetap pada pendiriannya untuk tidak mau melakukan bai’at kepada Hasan. Usaha tersebut ternyata dengan mudah diperoleh hasilnya, karena Hasan bin Ali mau menyerahkannya kepad Muawiyah dengan berbagai persyaratan dan tuntutan yang diajukan Hasan.

Di antara tuntutan yang diajukan Hasan bin Ali supaya ia menyerahkan kekuasaan khalifah kepada Muawiyah adalah:

1.       Bahwa kekuasaan atau khalifah harus diserahkan kepada umat Islam untuk menentukannya kelak setelah Muawiyah meninggal,

2.       Bahwa Muawiyah harus menyerahkan sebagian harta Baitul Mal kepadanya sebagai bentuk perjanjian dengan Muawiyah,

3.       Bahwa Muawiyah tidak lagi mencaci maki bapaknya serta keluarganya. Muawiyah menyerahkan pajak bumi dari Persia dan daerah Dar Ibjirad kepada hasan setiap tahun,

4.       Bahwa Muawiyah tidak menarik sesuatu dari penduduk Madinah, Hijaz dan Irak, karena hal itu telah menjadi kebijakan ayahnya, Ali bin Abi Thalib, sejak ia masih berkuasa.

Sebagai seorang politisi cerdik, semua tuntutan dan persyaratan tersebut dipenuhi Muawiyah. Dengan dipenuhinya berbagai persyaratan dan tuntutan itu, akhirnya Muawiyah memperoleh jabatan khalifah dari tangan Hasan bin Ali pada tahun 41 h/661 M. Dengan demikian, Muawiyah b in Abi Sufyan mencapai puncak karir di dalam dunia politik sebagai seorang khalifah yang memimpin seluruh umat Islam di dunia ketika itu. Jabatan khalifah dipegangnya hingga ia meninggal dunia pada tahun 680 M.

Dengan mempelajari sejarah hidup Muawiyah bin Abi Sufyan, terdapat hikmah yang dapat kita ambil. Di antaranya adalah kerja keras yang dilakukan Muawiyah dengan tanpa mengenal lelah untuk mencapai tujuan. Akan tetapi, kita tidak perlu meniru perilaku kasar atau perbuatan-perbuatan jelek yang pernah dilakukan di dalam usahanya mencapai cita. BE YOUR SELF

Sabtu, 08 Agustus 2015

sejarah berdirinya kerajaan umayyah

sejarah berdirinya kerajaan umayyah

  A.      Latar Belakang Berdirinya Dinasti Bani Umayah
Pengertian kata Bani menurut bahasa berarti anak, anak cucu atau keturunan. Dengan demikian yang dimaksud Bani Umayah adalah anak, anak cucu atau keturunan Bani Umayah bin Abdu Syams dari satu keluarga. Kata Dinasti berarti keturunan raja-raja yang memerintah dan semuanya berasal dari satu keturunan. Dengan demikian, Dinasti Umayah adalah keturunan raja-raja yang memerintah yang berasal dari Bani Umayah.
Adapun istilah lain yang sering digunakan adalah kata Daulah, yang berarti kekuasaan, pemerintahan, atau negara. Dengan kata lain, Daulah Bani Umayah adalah negara yang diperintah oleh Dinasti Umayah yang raja-rajanya berasal dari Bani Umayah.
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132 H/750 M. Muawiyah bin Abu Shofyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai Gubernur Syam pada zaman Khalifah Ustman bin Affan cukup mengantarkan dirinya mampu mengambil alih kekusaan dari genggaman keluarga Ali Bin Abi Thalib. Tepatnya setelah Hasan bin Ali menyerahkan kursi kekhalifahan secara resmi kepada Muawiyah bin Abu Sofyan dalam peristiwa Ammul Jama’ah.
Oleh karena itu Muawiyah bin Abu Sofyan dinyatakan sebagai pendiri Dinasti Bani Umayah. Dilihat dari sejarahnya Bani Umayah memang begitu kental dengan kekuasaannya, terutama pada masa zaman jahiliyah. Dalam setiap persaingan, ternyata Bani Umayah selalu lebih unggul dibandingkan keluarga Bani Hasyim. Hal ini disebabkan Bani Umayah memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Umayah berasal dari keturunan keluarga bangsawan
2.      Umayah memiliki harta yang cukup
3.      Umayah memiliki 10 anak yang terhormat dan menjadi pemimpin di masyarakat, di antaranya Harb, Sufyan, dan Abu Sufyan.
Sebagaimana yang disebut-sebut dalam sejarah, bahwa Abu Sofyan merupakan pemimpin pasukan Quraisy melawan Nabi Muhammad SAW pada Perang Badar Kubra.
Keluarga Bani Umayah masuk Islam ketika terjadi Fathul Makkah pada tahun ke-8 H. Abu Sofyan diberi kehormatan untuk mengumumkan pengamanan Nabi SAW, yang salah satunya adalah barang siapa masuk ke dalam rumahnya maka amanlah dia, masuk kedalam Masjidil Haram dan rumahnya Nabi SAW maka dia juga akan merasa aman. Dengan ini banyak kaum dari kalangan Bani Umayah yang berduyun-duyun untuk masuk Islam dan menyebarkan Islam keberbagai wilayah.
B.       Silsilah Keluarga Bani Umayah
Secara geneologis (garis keturunan) Muawiyah bin Abi Sofyan bertemu dengan silsilah keluarga Nabi Muhammad SAW pada Abdul Manaf. Keluarga Nabi Muhammad SAW dikenal dengan sebutan Bani Hasyim, sedangkan keluarga Umayah disebut dengan Bani Umayyah.
Berikut ini adalah silsilah Bani Umayyah, yang menunjukkan hubungan kekerabatan antara Keluarga Bani Umayah dengan Bani Hasyim (keluarga Nabi Muhammad SAW.)
Silsilah Bani Umayah
C.      Nama-nama Khalifah Dinasti Bani Umayah
Nama-nama kholifah Bani Umayah yang berkuasa selama kurang lebih 91 tahun, terdiri dari empat belas khalifah, yaitu:
1.      Muawiyah bin Abi Sofyan (41-60 H/661-680 M)
2.      Yazid bin Muawiyah (60-64 H/680-683 M)
3.      Muawiyah bin Yazid (64-64H/683-683 M)
4.      Marwan bin Hakam (64-65 H/683-685 M)
5.      Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M)
6.      Al-Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)
7.      Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/715-716 M)
8.      Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/716-720 M)
9.      Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724 M)
10.  Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/ 724-743 M)
11.  Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)
12.  Yazid bin Walid (126-127 H/744-744 M)
13.  Ibrahim bin Walid (127-127 H/ 744-745 M)
14.  Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-750 M)
Di antara 14 orang khalifah Bani Umayah yang berkuasa selama lebih kurang 90 tahun, terdapat beberapa orang khalifah yang dianggap berhasil dalam menjalankan roda pemerintahan. Adapun nama-nama khalifah Bani Umayah yang menonjol karena prestasinya adalah:
1.      Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan
2.      Khalifah Abdul Malik bin Marwan
3.      Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik
4.      Khalifah Umar bin Abdul Aziz
5.      Khalifah Hisyam bin Abdul Malik
D.      Biografi Muawiyah bin Abu Sofyan
Muawiyah bin Abu Sofyan dilahirkan sekitar 15 tahun sebelum hijriah, dan masuk Islam pada saat penaklukkan kota Makkah bersama-sama penduduk kota Mekkah lainnya. Setelah masuk Islam, Nabi Muhammad mengangkatnya sebagai anggota siding dari penulis wahyu.
Dalam perjalanan sejarah hidupnya, ia diangkat sebagai gubernur Syam pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Dari sinilah karier politik Muawiyah bin Abu Sofyan di mulai. Setelah kemenangannya dalam peristiwa “Tahkim Daumatul Jandal” dan proses perdamaian yang dilakukan Hasan bin Ali dalam peristiwa “Ammul Jama’ah” mengantarkan Muawiyah bin Abu Sofyan menjadi khalifah dalam pemerintahan Islam.
Adapun langkah pertama yang dilakukannya adalah memindahkan ibu kota pemerintahan Islam dari Madinah ke kota Damaskus di wilayah Suriah. Disamping itu ia juga mengatur tentara dengan cara baru dengan meniru aturan yang ditetapkan oleh tentara di Bizantium, membangun administrasi pemerintahan dan juga menetapkan aturan kiriman pos. Muawiyah meninggal Dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.
Sistem kepemimpinan yang dibangun oleh Muawiyah bin Abi Sofyan adalah menggunakan sistem kerajaan, atau Monarchi Absolute yaitu sistem pemerintahan yang mewariskan kekuasaan secara turun temurun. Terbukti Mu’awiyah bin Abi Sofyan mengangkat Yazid bin Muawiyah (anak kandung Muawiyah) untuk menjadi putra mahkota, atas saran Mughiroh bin Syu’bah agar terhindar dari pergolakan politik intern umat Islam.
Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh Muawiyah bin Abi Sofyan sangat bertolak belakang dengan sistem kepemimpinan pada masa Khulafaurrosyidin. Pada masa ini sistem kepemerintahan yang digunakan adalah sistem demokrasi, yaitu sistem pemerintahan yang berazaskan musyawarah dalam mengambil keputusan dan pemilihan pemimpin dilakukan oleh rakyat.
Selain perubahan sistem pemerintahan juga terdapat sistem perubahan yang lain, seperti Baitul Mal. Pada masa Khulafaurrosidin Baitul Mal ini berfungsi sebagai harta kekayaan rakyat, dimana setiap warga negara memiliki hak yang sama terhadap harta tersebut. Akan tetapi berbeda dengan masa Muawiyah yang mana Baitul Mal ini beralih kedudukan menjadi harta kekayaan keluarga raja.
Diantara kebijakan yang dilakukan oleh Muawiyah dalam masa pemerintahannya, adalah :
1.        Pembentukan Diwanul Hijabah, yaitu sebuah lembaga yang bertugas memberikan pengawalan kepada kholifah
2.        Pembentukan departemen pencatatan atau Diwanul Khatam, yaitu lembaga yang bertugas untuk mencatat semua peraturan yang dikeluarkan oleh kholifah di dalam berita acara pemerintahan
3.        Pembentukan Dinas pos atau Diwanul Barid,yaitu departemen pos dan transportasi, yang bertugas menjaga pos-pos perjalanan dan menyediakan kuda sebagai alat transportasi.
4.        Pembentukan Shohibul Kharraj (pemungut pajak)
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, masih banyak lagi usaha-usaha yang dilakukan oleh Muawiyah bin Abu Sofyan selama pemerintahannya.