BIOGRAFI TOKOH - UMAR BIN ABDUL AZIZ
Umar bin Abdul Aziz
adalah khalifah yang berhasil memimpin umatnya dengan adil. Ia adalah
pemimpin yang sangat wara’, zuhud, bersih, dan peduli pada umatnya. Umar
bin Abdul Aziz disebut para ulama sebagai khulafa’ur rasyidin ke-5,
karena kesamaan manhaj kepemimpinan beliau dengan empat khalifah pertama
penerus Rasulullah saw. Umar bin Abdul Aziz mempunyai keperibadian yang
tinggi, wara' yang diwarisi dari kakeknya Umar bin Al-Khatab. Ia juga
sangat berhati-hati dengan harta terutamanya yang melibatkan harta
rakyat.
Kisah Umar bin Khattab berkaitan dengan kelahiran Umar II
Menurut tradisi Muslim Sunni, silsilah keturunan Umar dengan Umar bin
Khattab terkait dengan sebuah peristiwa terkenal yang terjadi pada masa
kekuasaan Umar bin Khattab.
"Khalifah Umar sangat terkenal dengan
kegiatannya beronda pada malam hari di sekitar daerah kekuasaannya.
Pada suatu malam beliau mendengar dialog seorang anak perempuan dan
ibunya, seorang penjual susu yang miskin.
Kata ibu “Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari”
Anaknya menjawab “Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini”
Si ibu masih mendesak “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”.
Balas si anak “Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”.
Umar yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu.
Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khattab menyuruh anak lelakinya, Asim menikahi gadis itu.
Kata Umar, "Semoga lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam
yang hebat kelak yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”.
Asim yang taat tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut.
Pernikahan ini melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih
dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan
Abdul-Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul-Aziz.
Kelahiran
Saat itu, Ummi Ashim menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz
adalah Gubernur Mesir di era khalifah Abdul Malik bin Marwan (685 – 705
M) yang merupakan kakaknya. Abdul Mallik bin Marwan adalah seorang
shaleh, ahli fiqh dan tafsir, serta raja yang baik terlepas dari
permasalahan ummat yang diwarisi oleh ayahnya (Marwan bin Hakam) saat
itu.
Dari perkawinan itu, lahirlah Umar bin Abdul Aziz. Beliau
dilahirkan di Halawan, kampung yang terletak di Mesir, pada tahun 61
Hijrah. Umar kecil hidup dalam lingkungan istana dan mewah. Saat masih
kecil Umar mendapat kecelakaan. Tanpa sengaja seekor kuda jantan
menendangnya sehingga keningnya robek hingga tulang keningnya terlihat.
Semua orang panik dan menangis, kecuali Abdul Aziz seketika tersentak
dan tersenyum. Seraya mengobati luka Umar kecil, dia berujar,
“Bergembiralah engkau wahai Ummi Ashim. Mimpi Umar bin Khattab
insyaallah terwujud, dialah anak dari keturunan Umayyah yang akan
memperbaiki bangsa ini.“
Umar bin Abdul Aziz menuntut ilmu sejak
beliau masih kecil. Beliau sentiasa berada di dalam majlis ilmu
bersama-sama dengan orang-orang yang pakar di dalam bidang fikih dan
juga ulama-ulama. Beliau telah menghafaz al-Quran sejak masih kecil.
Merantau ke Madinah untuk menimba ilmu pengetahuan. Beliau telah berguru
dengan beberapa tokoh terkemuka spt Imam Malik b. Anas, Urwah b.
Zubair, Abdullah b. Jaafar, Yusuf b. Abdullah dan sebagainya. Kemudian
beliau melanjutkan pelajaran dengan beberapa tokoh terkenal di Mesir.
Semasa Khalifah Walid bin Abdul Malik memerintah, beliau memegang
jawatan gabernur Madinah/Hijaz dan berjaya mentadbir wilayah itu dengan
baik. Ketika itu usianya lebih kurang 28 tahun. Pada zaman Sulaiman bin
Abdul Malik memerintah, beliau dilantik menjadi menteri kanan dan
penasihat utama khalifah. Pada masa itu usianya 33 tahun.
Umar
bin Abdul Aziz mempersunting Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan
sebagai istrinya. Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan adalah putri dari
khalifah Abdul Malik bin Marwan. Demikian juga, keempat saudaranya pun
semua khalifah, yaitu Al Walid Sulaiman, Al Yazid, dan Hisyam. Ketika
Fatimah dipinang untuk Umar bin Abdul Aziz, pada waktu itu Umar masih
layaknya orang kebanyakan bukan sebagai calon pemangku jabatan khalifah.
Kehidupan awal
682 – 715
Umar dibesarkan di Madinah, di bawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang
periwayat hadis terbanyak. Ia tinggal di sana sampai kematiannya
ayahnya, dimana kemudian ia dipanggil ke Damaskus oleh Abdul-Malik dan
menikah dengan anak perempuannya Fatimah. Ayah mertuanya kemudian segera
meninggal dan ia diangkat pada tahun 706 sebagai gubernur Madinah oleh
khalifah Al-Walid I
715 – 715: era Al-Walid I
Tidak
seperti sebagaian besar penguasa pada saat itu, Umar membentuk sebuah
dewan yang kemudian bersama-sama dengannya menjalankan pemerintahan
provinsi. Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh berbeda dengan
pemerintahan sebelumnya, dimana keluhan-keluhan resmi ke Damaskus
berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah, sebagai tambahan banyak
orang yang berimigrasi ke Madinah dari Iraq, mencari perlindungan dari
gubernur mereka yang kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf. Hal tersebut
menyebabkan kemarahan Al-Hajjaj, dan ia menekan al-Walid I untuk
memberhentikan Umar. al-Walid I tunduk kepada tekanan Al-Hajjaj dan
memberhentikan Umar dari jabatannya. Tetapi sejak itu, Umar sudah
memiliki reputasi yang tinggi di Kekhalifahan Islam pada masa itu.
Pada era Al-Walid I ini juga tercatat tentang keputusan khalifah yang
kontroversial untuk memperluas area di sekitar masjid Nabawi sehingga
rumah Rasulullah ikut direnovasi. Umar membacakan keputusan ini di depan
penduduk Madinah termasuk ulama mereka, Said Al Musayyib sehingga
banyak dari mereka yang mencucurkan air mata. Berkata Said Al Musayyib:
"Sungguh aku berharap agar rumah Rasulullah tetap dibiarkan seperti apa
adanya sehingga generasi Islam yang akan datang dapat mengetahui
bagaimana sesungguhnya tata cara hidup beliau yang sederhana"
715 – 717: era Sulaiman
Umar tetap tinggal di Madinah selama masa sisa pemerintahan al-Walid I
dan kemudian dilanjutkan oleh saudara al-Walid, Sulaiman. Sulaiman, yang
juga merupakan sepupu Umar selalu mengagumi Umar, dan menolak untuk
menunjuk saudara kandung dan anaknya sendiri pada saat pemilihan
khalifah dan menunjuk Umar.
Kedekatan Umar dengan Sulaiman
Sulaiman bin Abdul-Malik merupakan sepupu langsung dengan Umar. Mereka
berdua sangat erat dan selalu bersama. Pada masa pemerintahan Sulaiman
bin Abdul-Malik, dunia dinaungi pemerintahan Islam. Kekuasaan Bani
Umayyah sangat kukuh dan stabil.
Suatu hari, Sulaiman mengajak
Umar ke markas pasukan Bani Umayyah. Sulaiman bertanya kepada Umar
"Apakah yang kau lihat wahai Umar bin Abdul-Aziz?" dengan niat agar
dapat membakar semangat Umar ketika melihat kekuatan pasukan yang telah
dilatih. Namun jawab Umar, "Aku sedang lihat dunia itu sedang makan
antara satu dengan yang lain, dan engkau adalah orang yang paling
bertanggung jawab dan akan ditanyakan oleh Allah mengenainya".
Khalifah Sulaiman berkata lagi "Engkau tidak kagumkah dengan kehebatan pemerintahan kita ini?"
Balas Umar lagi, "Bahkan yang paling hebat dan mengagumkan adalah orang
yang mengenali Allah kemudian mendurhakai-Nya, mengenali setan kemudian
mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepada dunia".
Jika Khalifah Sulaiman adalah pemimpin biasa, sudah barang tentu akan
marah dengan kata-kata Umar bin Abdul-Aziz, namun beliau menerima dengan
hati terbuka bahkan kagum dengan kata-kata itu.
Sifat-sifatnya
Rasa Takut dan Tangisannya
Dari Al Mughirah bin Hukaim, dia berkata, “Fatimah binti Abdul Malik
bin Marwan, dia berkata kepadaku, “Wahai Mughirah, mungkin saja ada
orang yang lebih baik shalat dan puasanya daripada Umar bin Abdul ‘Aziz,
akan tetapi aku belum pernah melihat seorangpun yang lebih banyak takut
dan lebih banyak menangis dihadapan Tuhannya daripada Umar bin Abdul
‘Aziz. Jika dia masuk ke rumahnya, dia langsung bersujud, dia terus saja
menangis hingga kedua matanya tertidur, kemudian terbangun dan menangis
lagi dan lagi. Dia menghabiskan sebagian besar malamnya seperti itu.”
Kezuhudannya
Dari Maslamah bin Abdul Malik, dia berkata, “Aku menemui Umar bin Abdul
‘Aziz untuk menjenguknya karena sakit. Saat itu dia mengenakan baju
yang sudah jelek dan kotor, kemudian aku berkata kepada Fatimah binti
Abdul Malik, isterinya, “Wahai Fatimah, cucilah baju Amirul Mukminin.”
Sang isteri berkata, “InsyaAllah akan aku lakukan.” Selang beberapa
waktu, aku pun kembali menjenguknya dan ternyata bajunya masih yang itu
juga, sehingga aku pun berkata kepada isterinya, “Wahai Fatimah,
tidakkah aku talah memintamu untuk membersihkan dan mengganti pakaian
Amirul Mukminin, karena banyak warga yang ingin menjenguknya?” Fatimah
berkata, “Demi Allah, dia tidak mempunyai baju yang selain itu.”
Dari Malik bin Dinar, dia berkata, “Orang-orang berkata, “Malik bin
Dinar adlah orang yang zuhud,” akan tetapi sebenarnya orang yang bisa
dikatakan zuhud itu adalah Umar bin Abdul ‘Aziz yang dikaruniai
kemewahan dunia dengan segala isinya akan tetapi dia memilih untuk
meninggalkannya.”
Kewara’annya
Ja’wanah berkata, “Ketika
Abdul Malik bin Umar bin Abdul ‘Aziz meninggal dunia, Umar bin Abdul
‘Aziz terlihat bersyukur karenanya. Kemudian, sesorang berkata
kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, jika dia masih hidup, apakah Anda
akan mengangkatnya sebagai putera mahkota?” Dengan tegas Umar menjawab,
“Tidak.” Orang itu bertanya lagi, “Mengapa tidak, dan Anda malah
bersyukur atas kematiannya?” Dia menjawab, “Aku takut dia akan menjadi
perhiasan dimataku (yang dapat menghalanginya dari kebenaran), seperti
perhiasan seorang anak pada orang tuanya.”
Dari Yahya bin Said,
dia berkata, “Abdul Humaid bin Abdirrahman menulis sepucuk surat kepada
Umar bin Abdul ‘Aziz. Dalam suratnya itu dia berkata, “Sesungguhnya
telah ada pengaduan kepadaku tentang seseorang yang mencaci Anda,
kemudian aku berniat membunuhnya. Akan tetapi, aku membatalkannya hingga
akhirnya aku berinisiatif menulis surat kepada Anda untuk meminta
pendapat Anda.” Umar bin Abdul ‘Aziz memberikan seseorang tidak berhak
untuk dibunuh hanya karena mencaci orang lain, kecuali yang mencaci
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam. Jadi, caci makilah dia jika kamu
menginginkannya, kemudian lepaskan.”
Kerendahan Hatinya
Dari Raja’ bin Haiwah, dia berkata, “Aku pernah begadang malam bersama
Umar bin Abdul ‘Aziz, tiba-tiba lampu padam. Lalu aku bergegas untuk
berdiri dan memperbaikinya, akan tetapi Umar bin Abdul ‘Aziz melarangku.
Setelah itu, dia memperbaikinya sendiri dan duduk kembali, lalu dia
berkata, “Jika kamu duduk, maka aku tetap Umar bin Abdul ‘Aziz (orang
biasa yang tak perlu diistimewakan). Dan jika kamu berdiri, maka aku
juga tetap Umar bin Abdul ‘Aziz dan celakalah seseorang yang
memperkerjakan tamunya.”
Terdapat banyak riwayat dan athar para sahabat yang menceritakan tentang keluruhan budinya. Di antaranya ialah :
At-Tirmizi meriwayatkan bahwa Umar Al-Khatab telah berkata : “Dari
anakku (zuriatku) akan lahir seorang lelaki yang menyerupainya dari segi
keberaniannya dan akan memenuhkan dunia dengan keadilan”
Dari
Zaid bin Aslam bahawa Anas bin Malik telah berkata : “Aku tidak pernah
menjadi makmum di belakang imam selepas wafatnya Rasulullah SAW yang
mana solat imam tersebut menyamai solat Rasulullah SAW melainkan
daripada Umar bin Abdul Aziz dan beliau pada masa itu adalah Gabenor
Madinah”
Al-Walid bin Muslim menceritakan bahawa seorang lelaki
dari Khurasan telah berkata : “Aku telah beberapa kali mendengar suara
datang dalam mimpiku yang berbunyi : “Jika seorang yang berani dari Bani
Marwan dilantik menjadi Khalifah, maka berilah baiah kepadanya kerana
dia adalah pemimpin yang adil”.” Lalu aku menanti-nanti sehinggalah Umar
b. Abdul Aziz menjadi Khalifah, akupun mendapatkannya dan memberi baiah
kepadanya”.
Qais bin Jabir berkata : “Perbandingan Umar b Abdul
Aziz di sisi Bani Ummaiyyah seperti orang yang beriman di kalangan
keluarga Firaun”
Hassan al-Qishab telah berkata :”Aku melihat
serigala diternak bersama dengan sekumpulan kambing di zaman Khalifah
Umar Ibnu Aziz”
Umar b Asid telah berkata :”Demi Allah, Umar
Ibnu Aziz tidak meninggal dunia sehingga datang seorang lelaki dengan
harta yang bertimbun dan lelaki tersebut berkata kepada orang ramai
:”Ambillah hartaku ini sebanyak mana yang kamu mahu”. Tetapi tiada yang
mahu menerimanya (kerana semua sudah kaya) dan sesungguhnya Umar telah
menjadikan rakyatnya kaya-raya”
‘Atha’ telah berkata : “Umar
Abdul Aziz mengumpulkan para fuqaha’ setiap malam. Mereka saling ingat
memperingati di antara satu sama lain tentang mati dan hari qiamat,
kemudian mereka sama-sama menangis kerana takut kepada azab Allah
seolah-olah ada jenayah di antara mereka.”
Pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai Khalifah
Atas wasiat yang dikeluarkan oleh khalifah Sulaiman bin Abdul Malik,
Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah pada usianya 37 tahun.
Beliau dilantik menjadi Khalifah selepas kematian Sulaiman bin Abdul
Malik tetapi beliau tidak suka kepada pelantikan tersebut. Lalu beliau
memerintahkan supaya memanggil orang ramai untuk mendirikan sembahyang.
Selepas itu orang ramai mula berpusu-pusu pergi ke masjid. Apabila
mereka semua telah berkumpul, beliau bangun menyampaikan ucapan. Lantas
beliau mengucapkan puji-pujian kepada Allah dan berselawat kepada Nabi
s.a.w kemudian beliau berkata:
“Wahai sekalian umat manusia! Aku
telah diuji untuk memegang tugas ini tanpa meminta pandangan daripada
aku terlebih dahulu dan bukan juga permintaan daripada aku serta tidak
dibincangkan bersama dengan umat Islam. Sekarang aku membatalkan baiah
yang kamu berikan kepada aku dan pilihlah seorang Khalifah yang kamu
reda”.
Tiba-tiba orang ramai serentak berkata:
“Kami telah
memilih kamu wahai Amirul Mukminin dan kami juga reda kepada kamu. Oleh
yang demikian perintahlah kami dengan kebaikan dan keberkatan”.
Lalu beliau berpesan kepada orang ramai supaya bertakwa, zuhud kepada
kekayaan dunia dan mendorong mereka supaya cintakan akhirat kemudian
beliau berkata pula kepada mereka: “Wahai sekalian umat manusia! Sesiapa
yang taat kepada Allah, dia wajib ditaati dan sesiapa yang tidak taat
kepada Allah, dia tidak wajib ditaati oleh sesiapapun. Wahai sekalian
umat manusia! Taatlah kamu kepada aku selagi aku taat kepada Allah di
dalam memimpin kamu dan sekiranya aku tidak taat kepada Allah, janganlah
sesiapa mentaati aku”. Setelah itu beliau turun dari mimbar.
Umar rahimahullah pernah menghimpunkan sekumpulan ahli fekah dan ulama
kemudian beliau berkata kepada mereka: “Aku menghimpunkan kamu semua
untuk bertanya pendapat tentang perkara yang berkaitan dengan barangan
yang diambil secara zalim yang masih berada bersama-sama dengan keluarga
aku?” Lalu mereka menjawab: “Wahai Amirul Mukminin! perkara tersebut
berlaku bukan pada masa pemerintahan kamu dan dosa kezaliman tersebut
ditanggung oleh orang yang mencerobohnya.” Walau bagaimanapun Umar tidak
puas hati dengan jawapan tersebut sebaliknya beliau menerima pendapat
daripada kumpulan yang lain termasuk anak beliau sendiri Abdul Malik
yang berkata kepada beliau: “Aku berpendapat bahawa ia hendaklah
dikembalikan kepada pemilik asalnya selagi kamu mengetahuinya. Sekiranya
kamu tidak mengembalikannya, kamu akan menanggung dosa bersama-sama
dengan orang yang mengambilnya secara zalim.” Umar berpuas hati
mendengar pendapat tersebut lalu beliau mengembalikan semula barangan
yang diambil secara zalim kepada pemilik asalnya.
Sesudah Umar
bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah dan Amirul Mukminin, Umar
langsung mengajukan pilihan kepada Fatimah, isteri tercinta.
Umar berkata kepadanya, “Isteriku sayang, aku harap engkau memilih satu di antar dua.”
Fatimah bertanya kepada suaminya, “Memilih apa, kakanda?”
Umar bin Abdul Azz menerangkan, “Memilih antara perhiasan emas berlian
yang kau pakai dengan Umar bin Abdul Aziz yang mendampingimu.”
Kata
Fatimah, “Demi Allah, Aku tidak memilih pendamping lebih mulia
daripadamu, ya Amirul Mukminin. Inilah emas permata dan seluruh
perhiasanku.”
Kemudian Khalifah Umar bin Abdul Aziz menerima
semua perhiasan itu dan menyerahkannya ke Baitulmal, kas Negara kaum
muslimin. Sementara Umar bin Abdul Aziz dan keluarganya makan makanan
rakyat biasa, yaitu roti dan garam sedikit.
Setelah menjadi
khalifah, beliau mengubah beberapa perkara yang lebih mirip kepada
sistem feodal. Di antara perubahan awal yang dilakukannya ialah :
menghapuskan cacian terhadap Saidina Ali b Abu Thalib dan
keluarganya yang disebut dalam khutbah-khutbah Jumaat dan digantikan
dengan beberapa potongan ayat suci al-Quran
merampas kembali harta-harta yang disalahgunakan oleh keluarga Khalifah dan mengembalikannya ke Baitulmal
memecat pegawai-pegawai yang tidak cekap, menyalahgunakan kuasa dan
pegawai yang tidak layak yang dilantik atas pengaruh keluarga Khalifah
menghapuskan pegawai pribadi bagi Khalifah sebagaimana yang
diamalkan oleh Khalifah terdahulu. Ini membolehkan beliau bebas bergaul
dengan rakyat jelata tanpa sekatan tidak seperti khalifah dahulu yang
mempunyai pengawal peribadi dan askar-askar yang mengawal istana yang
menyebabkan rakyat sukar berjumpa.
Selain daripada itu, beliau
amat menitilberatkan tentang kebajikan rakyat miskin di mana beliau juga
telah menaikkan gaji buruh sehingga ada yang menyamai gaji pegawai
kerajaan.
Beliau juga amat menitikberatkan penghayatan agama di
kalangan rakyatnya yang telah lalai dengan kemewahan dunia. Khalifah
umar telah memerintahkan umatnya mendirikan solat secara berjammah dan
masjid-masjid dijadikan tempat untuk mempelajari hukum Allah sebegaimana
yang berlaku di zaman Rasulullah SAW dan para Khulafa’ Ar-Rasyidin.
Baginda turut mengarahkan Muhammad b Abu Bakar Al-Hazni di Mekah agar
mengumpul dan menyusun hadith-hadith Raulullah SAW. Beliau juga
meriwayatkan hadis dari sejumlah tabiin lain dan banyak pula ulama hadis
yang meriwayatkan hadis daripada beliau.
Dalam bidang ilmu pula,
beliau telah mengarahkan cendikawan Islam supaya menterjemahkan
buku-buku kedoktoran dan pelbagai bidang ilmu dari bahasa Greek, Latin
dan Siryani ke dalam bahasa Arab supaya senang dipelajari oleh umat
Islam.
Dalam mengukuhkan lagi dakwah Islamiyah, beliau telah
menghantar 10 orang pakar hukum Islam ke Afrika Utara serta menghantar
beberapa orang pendakwah kepada raja-raja India, Turki dan Barbar di
Afrika Utara untuk mengajak mereka kepada Islam. Di samping itu juga
beliau telah menghapuskan bayaran Jizyah yang dikenakan ke atas orang
yang bukan Islam dengan harapan ramai yang akan memeluk Islam.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang terkenal dengan keadilannya telah
menjadikan keadilan sebagai keutamaan pemerintahannya. Beliau ingin
semua rakyat dilayani dengan adil tidak memandang keturunan dan pangkat
supaya keadilan dapat berjalan dengan sempurna. Keadilan yang beliau
perjuangan adalah menyamai keadilan di zaman kakeknya, Khalifah Umar
Al-Khatab.
Pada masa pemerintahan beliau, kerajaan Umaiyyah
semakin kuat tiada pemberontakan dalaman, kurang berlaku penyelewengan,
rakyat mendapat layanan yang sewajarnya dan menjadi kaya-raya hinggakan
Baitulmal penuh dengan harta zakat kerana tiada lagi orang yang mahu
menerima zakat. Rakyat umumnya sudah kaya ataupun sekurang-kurangnya mau
berdikari sendiri. Pada zaman pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ra,
pasukan kaum muslimin sudah mencapai pintu kota Paris di sebelah barat
dan negeri Cina di sebelah timur. Pada waktu itu kekausaan pemerintahan
di Portugal dan Spanyol berada di bawah kekuasaannya.
Wafat
Umar bin Abdul ‘Aziz meninggal dunia di Dir Sam’an, pada tanggal 10
atau 5 bulan Rajab tahun 101 Hijriyah. Saat itu dia genap berusia 39
tahun lebih enam bulan. Ia meninggal setelah memerintah selama 2 tahun 5
bulan dan 2 tahun 5 bulan satu tempoh yang terlalu pendek bagi sebuah
pemerintahan. Meninggalnya karena meminum racun yang telah direkayasa
oleh bani Umayyah sendiri, karena Umar bin Abdul ‘Aziz dikenal tegas
terhadap kezhaliman mereka, mencabut semua kekebalan hukum dan hak
istimewa mereka serta memutus semua sumber dana kekayaan mereka. Dia
memang mengabaikan kehati-hatian dan pengamanan pada dirinya.
Kita akan mengakhiri biografi Umar bin Abdul ‘Aziz dengan apa yang
disebutkan Ibnu Al Jauzi dalam kitab sirah-nya, dia berkata, “Ada yang
memberitahukan kepadaku bahwa Al-Manshur berkata kepada Abdurrahman bin
Al Qasim, “Berilah aku nasehat!” Dia berkata, “Dengan apa yang pernah
aku lihat atau dengan apa yang pernah aku dengar?” Dia berkata, “Dengan
apa yang pernah yang Anda lihat.” Dia berkata, “Umar bin Abdul ‘Aziz
meninggal dunia, dengan meninggalkan 11 putera, harta warisannya 17
dinar. Harta itu lalu digunakan mereka untuk membeli kain kafan 5 dinar
dan kuburannya 2 dinar. Dan yang tersisa dibagikan kepada semua anggota
keluarga dan setiap mereka mendapat 19 dirham.
Hisyam bin Abdul
Malik meninggal dunia, dia meninggalkan 11 putera, harta warisannya
dibagikan kepada anak-anaknya itu dan masing-masing mendapatkan ribuan
dinar. Dan aku pernah melihat seorang lelaki dari keturunan Umar bin
Abdul ‘Aziz membawa seratus kuda perang untuk dishadaqahkan guna dipakai
berperang dijalan Allah dalam satu hari, dan aku melihat seorang lelaki
dari keturunan Hisyam bin Abdul Malik diberikan shadaqah (karena sudah
jatuh miskin).”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar