Karomah
Sayyidina `Ali bin Abi Thalib k.w.
Kisah 1
Sid
bin Musayyab menceritakan bahwa ia dan para sahabat menziarahi makam-makam di
Madinah bersama `Ali. All lalu berseru, “Wahai para penghuni kubur, semoga dan
rahmat dari Allah senantiasa tercurah kepada kalian, beritahukanlah keadaan
kalian kepada kami atau kami akan memberitahukan keadaan kami kepada kalian.”
Lalu terdengar jawaban, “Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah dari Allah
senantiasa tercurah untukmu, wahai amirul mukminin. Kabarkan kepada kami
tentang hal-hal yang terjadi setelah kami.” All berkata, “Istri-istri kalian
sudah menikah lagi, kekayaan kalian sudah dibagi, anak-anak kalian berkumpul
dalam kelompok anak-anak yatim, bangunan-bangunan yang kalian dirikan sudah
ditempati musuh-musuh kalian. Inilah kabar dari kami, lalu bagaimana kabar
kalian?” Salah satu mayat menjawab, “Kain kafan telah koyak, rambut telah
rontok, kulit mengelupas, biji mata terlepas di atas pipi, hidung mengalirkan
darah dan nanah. Kami mendapatkan pahala atas kebaikan yang kami lakukan dan
mendapatkan kerugian atas kewajiban yang yang kami tinggalkan. Kami bertanggung
jawab atas perbuatan kami.” (Riwayat Al-Baihagi)
Kisah 2
Dalam
kitab Al-Tabaqat, Taj al-Subki meriwayatkan bahwa pada suatu malam, `Ali dan
kedua anaknya, Hasan dan Husein r.a. mendengar seseorang bersyair:
Hai
Zat yang mengabulkan doa orang yang terhimpit kezaliman
Wahai Zat yang menghilangkan penderitaan, bencana, dan sakit
Utusan-Mu tertidur di rumab Rasulullab sedang orang-orang kafir mengepungnya
Dan Engkau Yang Maha Hidup lagi Maha Tegak tidak pernah ttdur
Dengan kemurahan-Mu, ampunilah dosa-dosaku
Wahai Zat tempat berharap makhluk di Masjidil Haram
Kalau ampunan-Mu tidak bisa diharapkan oleh orang yang bersalah
Siapa yang akan menganugerahi nikmat kepada orang-orang yang durhaka.
Wahai Zat yang menghilangkan penderitaan, bencana, dan sakit
Utusan-Mu tertidur di rumab Rasulullab sedang orang-orang kafir mengepungnya
Dan Engkau Yang Maha Hidup lagi Maha Tegak tidak pernah ttdur
Dengan kemurahan-Mu, ampunilah dosa-dosaku
Wahai Zat tempat berharap makhluk di Masjidil Haram
Kalau ampunan-Mu tidak bisa diharapkan oleh orang yang bersalah
Siapa yang akan menganugerahi nikmat kepada orang-orang yang durhaka.
`Ali
lalu menyuruh orang mencari si pelantun syair itu. Pelantun syair itu datang
menghadap Ali seraya berkata, “Aku, ya Amirul mukminin!” Laki-laki itu
menghadap sambil menyeret sebelah kanan tubuhnya, lalu berhenti di hadapan All.
Ali bertanya, “Aku telah mendengar syairmu, apa yang menimpamu?” Laki-laki itu
menjawab, “Dulu aku sibuk memainkan alat musik dan melakukan kemaksiatan,
padahal ayahku sudah menasihatiku bahwa Allah mcmiliki kekuasaan dan siksaan
yang pasti akan menimpa orang-orang zalim. Karena ayah terus-menerus
menasihati, aku memukulnya. Karenanya, ayahku bersumpah akan mendoakan
keburukan untukku, lalu ia pergi ke Mekkah untuk memohon pertolongan Allah. Ia
berdoa, belum selesai ia berdoa, tubuh sebelah kananku tiba-tiba lumpuh. Aku
menyesal atas semua yang telah aku lakukan, maka aku meminta belas kasihan dan
ridha ayahku sampal la berjanji akan mendoakan kebaikan untukku jika Ali mau
berdoa untukku. Aku mengendarai untanya, unta betina itu melaju sangat kencang
sampai terlempar di antara dua batu besar, lalu mati di sana.”
`Ali
lalu berkata, “Allah akan meridhaimu, kalau ayahmu meridhaimu.” Laki-laki itu
menjawab, “Demi Allah, demikianlah yang terjadi.” Kemudian ‘Ali berdiri, shalat
beberapa rakaat, dan berdoa kepada Allah dngan pelan, kemudian berkata, “Hai
orang yang diberkahi, bangkitlah!” Laki-laki itu berdiri, berjalan, dan kembali
sehat seperti sedia kala. `Ali berkata, “Jika engkau tidak bersumpah bahwa
ayahmu akan meridhaimu, maka aku tidak akan mendoakan kebaikan untukmu.”
Kisah 3
Fakhrurrazi
yang hanya sedikit memasukkan cerita-cerita tentang karamah para sahabat dalam
kitabnya, juga meriwayatkan bahwa seorang budak kulit hitam penggemar `Ali
mencuri. Budak itu diajukan kepada Ali dan ditanya, “Betulkah kau mencuri?” la
menjawab, “Ya,” maka `Ali memotong tangannya. Budak itu berlalu dari hadapan `Ali,
kemudian berjumpa dengan Salman al-Farisi dan Ibnu al-Kawwa’. Ibnu al-Kawwa’
bertanya, “Siapa yang telah memotong tanganmu?” Ia menjawab, “Amirul mukminin,
pemimpin besar umat muslim, menantu Rasullah, dan suami Fatimah.” Ibnu
al-Kawwa’ bertanya, “la telah memotong tanganmu dan kamu masih juga memujinya?”
Budak itu menjawab, “Mengapa aku tidak memujinya? Ia mcmotong tanganku sesuai
dengan kebenaran dan berarti membebaskanku dari neraka.”
Salman
mendengarkan penuturan budak itu, lalu menceritakannya kepada All. Selanjutnya
Ali memanggil budak hitam itu, lalu meletakkan tangan yang telah dipotong di
bawah lengannya, dan menutupnya dengan selendang, kemudian Ali memanjatkan doa.
Orang-orang yang ada di sana tiba-tiba mendengar seruan dari langit, “Angkat selendang
itu dari tangannya!” Ketika selendang itu diangkat, tangan budak hitam itu
tersambung kembali dengan izin Allah.
Kisah 4
Dalam
kitab Al-I`tibar, Usamah bin Munqidz mengemukakan kisah yang didengamya dari
Syihabuddin Abu al-Fath, pelayan Mu’izuddaulah bin Buwaihi di Mosul pada
tanggal 18 Ramadhan 566 M. Diceritakan bahwa ketika Syihabuddin berada di dalam
Masjid Shunduriyah di pinggir kota Anbar daerah Tepi Barat, Khalifah Al-Muqtafi
datang berkunjung bersama salah seorang menterinya. AI-Mugtafi memasuki masjid
tersebut, yang dikenal dengan sebutan Masjid Amirul Mukminin Ali, dengan
memakai baju biasa dan menyandang pedang yang hiasannya dari besi. Tak seorang
pun mengetahui bahwa ia adalah seorang khalifah, kecuali orang-orang yang telah
mengenalnya. Pengurus masjid mendoakan sang menteri. Lalu sang menteri berkata,
“Celaka, doakanlah khalifah!”
Kemudian
Khalifah Al-Mugtafi berkata kepada menterinya, “Tanyakan sesuatu yang
bermanfaat pada pengurus masjid itu. Katakan padanya bahwa dulu pada masa
pemcrintahan Maulana Al-Mustazhhir, aku melihat la menderita sakit di wajahnya.
Wajahnya penuh bisul schingga jika mau makan, bisulnya harus ditutup dengan
sapu tangan, agar makanan bisa masuk ke mulutnya.”
Pengurus
masjid itu menjelaskan, “Seperti Anda ketahui, aku berulang kali datang ke
masjid ini dari Anbar. Suatu hari, ada seseorang menemuiku dan berkata, `Kalau
engkau berulang kali menemui si Fulan setiap datang dari Anbar, seperti engkau
berulang kali datang ke masjid ini, niscaya si Fulan akan memanggilkan tabib
untukmu yang bisa menghilangkan penyakit di wajahmu.’ Perkataan orang itu
merasuk ke hatiku dan menghimpit dadaku. Lalu aku tertidur pada malam itu dan
bermimpi bertemu amirul mukminin Ali bin Abi Thalib yang tengah berada dalam
masjid tersebut seraya bertanya, `Lubang apa ini?’ Maksudnya adalah sebuah
lubang di tanah. Kemudian aku mengadukan penyakit yang menimpaku tetapi `Ali
berpaling dariku. Maka aku kembali mengadukan penyakitku dan perkataan yang
diucapkan oleh lelaki yang menemuiku di masjid tadi. All berkata, `Engkau
termasuk orang yang menginginkan dunia.’ Kemudian aku terbangun, dan tiba-tiba
bisul-bisul di wajahku lenyap.”
Khalifah
Al-Mugtafi berkata, “Ia benar,” lalu menoleh ke arah Syihabuddin dan berkata,
“Bicaralah pada pengurus masjid itu, cari tahu apa yang la minta, tuliskan
permintaannya disertai tanda tangannya, dan berikan padaku untuk
kutandatangani.”
Selanjutnya
Syihabuddin berbincang-bincang dengan pengurus masjid itu, dan pengurus masjid
itu bercerita, “Aku memiliki istri yang sedang menyusui anak dalam keadaan
hamil dan beberapa anak perempuan. Setiap bulan, aku membutuhkan 3 dinar.”
Syihabuddin menuliskan permintaan pengurus masjid Ali itu beserta alamatnya dan
Al-Mugtafi menandatanganinya.
Al-Mugtafi kemudian menyuruh Syihabuddin untuk menyampaikan permintaan pengurus masjid itu ke dewan keuangan. Syihabuddin membawa berkas permintaan pengurus masjid itu ke dewan keuangan dan dewan menandatanganinya tanpa membacanya serta mengambil bagian tulisan khalifah Al-Mugtafi. Ketika sekretaris dewan membuka tulisan itu untuk dipindahkan, ia menemukan tulisan khalifah Al-Mugtafi di bawah tanda tangan pengurus masjid Ali yang berbunyi, “Seandainya ia meminta lebih dari itu, tentu akan diberi.”
Al-Mugtafi kemudian menyuruh Syihabuddin untuk menyampaikan permintaan pengurus masjid itu ke dewan keuangan. Syihabuddin membawa berkas permintaan pengurus masjid itu ke dewan keuangan dan dewan menandatanganinya tanpa membacanya serta mengambil bagian tulisan khalifah Al-Mugtafi. Ketika sekretaris dewan membuka tulisan itu untuk dipindahkan, ia menemukan tulisan khalifah Al-Mugtafi di bawah tanda tangan pengurus masjid Ali yang berbunyi, “Seandainya ia meminta lebih dari itu, tentu akan diberi.”
Kisah 5
Kisah
lainnya menceritakan bahwa Nabi Muhammad Saw menyuruh Abu Dzar memanggil Ali.
Sesampai di rumah Ali, Abu Dzar melihat alat penggiling sedang menggiling
gandum padahal tidak ada seorang pun di sana. Kemudian Abu Dzar menceritakan
hal tersebut kepada Nabi Saw Beliau berkata, “Hai Abu Dzar! Tahukah kau bahwa
Allah memiliki malaikat-malaikat yang berjalan-jalan di bumi dan mereka
diperintahkan untuk membantu keluarga Nabi Muhammad Saw.” (Dikemukakan olch
Al-Shubban dalam kitab Is`af al-Raghibin dan Al Mala’ dalam kitab Sirahnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar